PEMILIHAN DAN PENGGANTIAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN RI

Indonesia memiliki beragam pengalaman dalam memilih, mengangkat, dan menurunkan presidennya. Presiden bagi Indonesia boleh dikatakan “barang baru”. Pada waktu pembahasan Undang-Undang Dasar 1945, para pendiri bangsa berdebat cukup sengit terkait hal ini. Sebagian ada yang mengusulkan supaya bentuk pemerintahan Indonesia ini dijalankan dengan sistem kerajaan yang dipimpin oleh seorang Raja, namun sebagian lainnya mengusulkan supaya menggunakan bentuk pemerintahan republik yang dipimpin oleh seorang Presiden. Alhasil, para pendiri bangsa ini menetapkan republik dijadikan sebagai bentuk pemerintahan Indonesia, yang dipimpin oleh seorang Presiden dan Wakil Presiden.

Aklamasi dan Tepuk Tangan
17 Agustus 1945 atas nama bangsa Indonesia, Soekarno-Hatta menyatakan kemerdekaan Indonesia. Para pendiri bangsa kembali berkumpul melanjutkan pembahasan Undang-Undang Dasar 1945 yang belum beres. Di tengah pembahasan tersebut, suasana gaduh di luar ruang sidang membuat Soekarno keluar ruangan dan mempertanyakan perkaranya. Rupanya, para wartawan sedang berkumpul dan ingin segera tahu siapa presiden Indonesia yang baru proklamir ini. Setelah tahu persoalannya, Soekarno masuk ke ruang sidang kembali dan menyampaikan apa yang terjadi, dan menawarkan kepada peserta sidang untuk melakukan pembahasan Rancangan Pasal III Aturan Peralihan, yang berisi mengenai pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Setelah disetujui bahwa untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Otto Iskandardinata mengajukan usul, “Berhubung dengan keadaan waktu, saya harapa supaya pemilihan presiden ini diselenggarakan dengan aklamasi dan saya majukan sebagai calon, yaitu Bung Karno sendiri.

Serentak peserta sidang PPKI bertepuk tangan dan berdiri sambil menyanyikan Lagu Indonesia Raya. Usia menyanyi dan duduk lagi, Otto Iskandardinata bersuara lagi, “Pun untuk pemilihan Wakil Kepala Negara Indonesia saya usulkan cara yang baru ini dijalankan. Dan saya usulkan Bung Hatta sebagai calon Wakil Kepala negara Indonesia.” Tepuk tangan bergemuruh lagi, dan disusul juga dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Begitulah pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia pertama kali. Singkat dan sederhana. Tanpa ada ba bi bu macam-macam.

Akhir tahun 1948, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditahan Belanda. Kondisi ini membuat keduanya menulis dan mengirim telegram kepada Menteri Kemakmuran RI Mr. Sjafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintah darurat di Sumatera. Meski telegram itu tidak sampai, tapi kemungkinan Mr. Sjafruddin Prawiranegara punya kontak batin dengan kedua orang tersebut, dia berinisiatif membentuk pemerintah darurat juga. Maka berdirilah Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera Barat yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara. Walau hanya menggunakan istilah “Ketua” PDRI, sesungguhnya dia menggantikan kedudukan Soekarno sebagai Presiden. Pada 13 Juli 1949, Sjafrudin menyerahkan mandatnya kembali kepada Soekarno.

Usai Konferensi Meja Bundar (KMB) 27 Desember 1949, Indonesia berubah bentuk menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Soekarno dan Hatta ditetapkan menjadi Presiden dan Perdana Menteri RIS. Sementara Republik Indonesia terjadi kekosongan pimpinan sehingga Muhammad Asaat ditunjuk sebagai pemangku sementara jabatan Presiden Republik Indonesia. 15 Agustus 1950 Muhammad Asaat mengembalikan lagi kepada Soekarno.

17 Agustus 1950, Soekarno diambil sumpahnya sebagai Presiden RI. Sementara, Wakil Presiden dipilih pada 14 Oktober 1950. Para kandidat Wakil Presiden saat itu adalah Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, Sutan Sjahrir, Mohammad Yamin, Dr. Sukiman Wirjosandjojo, Iwa Kusumasumantri, Boerhanuddin Harahap, dan Nerus Ginting. Mohammad Hatta terpilih dengan dukungan 113 suara dan dilantik pada 16 Oktober 1950.

Mohammad Hatta mengundurkn diri dari jabatan Wakil Presiden 1 Desember 1956 karena merasa tidak cocok dengan Presiden Soekarno dalam banyak hal. Sejak itu, Presiden RI “jomblo”, yakni tidak mempunyai Wakil Presiden. Pada 22 Mei 1963 Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) mengeluarkan Ketetapan MPRS Nomor 3/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno Menjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup.

Orde Baru

Peristiwa 30 September 1965 mengakibatkan Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) kepada Letnan Jenderal Soeharto. Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP Nomor IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP Nomor XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.

Pada Sidang Umum ke-IV MPRS 22 Juni 1966, Soekarno menyampaikan pidato berdujul “Nawaksara” yang berisi pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S. MPRS menolak dan meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut. Namun Pidato Soekarno "Pelengkap Nawaskara" yang disampaikan pada 10 Januari 1967 pun ditolak oleh MPRS pada 16 Februari 1967.

20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto menjadi kepala pemerintahan Indonesia. 22 Februari 1967 Soeharto ditunjuk sebagai pejabat presiden berdasarkan Tap MPRS Nomor XXXIII/1967. Selaku pemegang Ketetapan MPRS No XXX/1967, Soeharto menerima penyerahan kekuasaan pemerintahan dari Presiden Soekarno. Melalui Sidang Istimewa MPRS, pada 7 Maret 1967, Soeharto ditunjuk sebagai pejabat presiden sampai terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum. Dan  27 Maret 1968 Soeharto dilantik secara resmi menjadi Presiden RI sesuai hasil Sidang Umum MPRS Tap MPRS No XLIV/MPRS/1968. MPRS tidak memilih dan tidak pula mengangkat wakil presiden, sehingga Presiden RI kali ini “jomblo” juga.

Setelah pemilihan umum 3 Juli 1971, MPR yang dihasilkan menghasilkan Ketetapan MPR Nomor  II/MPR/1973 tentang Tatacara  Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI. Soeharto dipilih oleh MPR sebagai Presiden RI secara musyawarah dan mufakat. MPR juga memilih dan mengangkat Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Wakil Presiden RI dengan cara yang sama.

Dari pemilu ke pemilu, MPR yang dihasilkan terus menerus memilih dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga lima kali. Hanya Wakil Presiden RI saja yang berganti-ganti, hingga akhirnya Soeharto mengundurkan diri karena desakan Warga Negara Indonesia dan menyerahkan kekuasaannya kepada Wakil Presiden RI BJ Habibie pada 21 Mei 1998.

Voting

Selaku Presiden RI hasil limpahan dari Presiden Soeharto, Habibie menjalankan tugasnya tanpa Wakil Presiden. Ini adalah Presiden RI “jomblo” yang ketiga. Setelah Presiden Habibie sukses menyelenggarakan pemilu 1999, Laporan Pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR: voting menunjukkan, 322 orang menerima dan 355 menolak, 9 orang  abstain, dan 4 suara tidak sah. Hal ini membuat dirinya tidak mau lagi dicalonkan menjadi kandidat presiden.

20 Oktober 1999, MPR melaksanakan Pemilihan Presiden RI. Kandidat yang diusulkan oleh para Anggota DPR/MPR dan lolos persyaratan adalah: Megawati Soekarnoputri (dicalonkan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan); KH. Abdurrahman Wahid (dicalonkan aliansi fraksi poros tengah: Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Reformasi, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan); dan Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra (dicalonkan Fraksi Partai Bulan Bintang). Namun, Yusril mengundurkan diri dari pencalonan sebelum pemilihan dimulai.

KH. Abdurrahman Wahid memenangkan pemilihan ini dengan selisih 60 suara dengan saingannya Megawati Soekarnoputri. Shalawat Badar langsung menggema saat penghitungan suara mendekati selesai. Angka di papan skor menunjukkan bahwa KH Abdurrahman Wahid    mendapat 373 suara. Megawati yang hanya meraih 313 suara. Sedangkan yang abstain 5. Dengan penghitungan itu, Gus Dur itu terpilih sebagai presiden. Saat pimpinan sidang Amien Rais menyatakan, "KH Abdurrahman Wahid resmi sebagai Presiden Republik Indonesia periode 1999-2004". Pimpinan sidang langsung mengajak hadirin berdiri menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Tak lama berselang, Megawati yang wajahnya tampak pucat juga memencet tombol mikrofon. "Saya mohon bicara," kata Mega. Amien langsung mempersilakan. "Assalamu`alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Tadi baru saja, meskipun belum ditetapkan, kita melihat penghitungan yang ada, dalam hasil penghitungan yang ada, maka saudara saya Kiai    Abdurrahman Wahid telah mendapatkan angka yang lebih daripada saya.   Tetapi untuk keutuhan bangsa, maka saya meminta kepada seluruh rakyat Indonesia untuk bisa melihat keadaan ini," ujarnya.

21 Oktober 1999, Abdurrahman Wahid dilantik menjadi Presiden RI, dan dilanjutkan pemilihan Wakil Presiden. Empat kandidat Wakil Presiden yang muncul adalah: Ir. Akbar Tandjung,  Jenderal TNI Wiranto, Dr. H. Hamzah Haz, dan Megawati Soekarnoputri. Sidang Paripurna Pemilihan Wapres sempat diskors selama 20 menit. Dari lobi antar elite politik, tidak ada kesepakatan pemilihan wakil presiden dilakukan aklamasi. Megawati yang di dukung Partai Kebangkitan Bangsa bersedia dicawapreskan asal dipilih secara aklamasi. Namun Hamzah Haz menolak pemilihan secara aklamasi. Sementara, dua calon wapres lainnya, Akbar Tandjung dan Jenderal Wiranto mengundurkan diri. Hasilnya, Megawati mendapat 396 suara, sementara Hamzah Haz meraih 284 suara. Maka, pemenangnya adalah Megawati Sukarnoputri dan MPR segera melantiknya.

Senin, 23 Juli dini  hari atas nama Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang, KH Abdurrahman Wahid mengeluarkan maklumat yang dibacakan Juru Bicara Kepresidenan Yahya Staquf  di Istana Merdeka.  

Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dari MPR. Sebaliknya pada 23 Juli itu juga, MPR menggelar Sidang Istimewa untuk secara resmi memberhentikan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden dan mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI. Presiden Megawati Soekarnoputri pun dilantik pada 23 Juli 2001 pukul 17:10 WIB.

25 Juli 2001, dilaksanakan pemilihan Wakil Presiden pengganti Megawati. Pendaftaran bursa calon wapres ditutup tepat pukul 02.00 WIB. Tujuh fraksi di MPR secara resmi mengajukan lima nama calon wakil presiden: Akbar Tandjung yang diajukan oleh Fraksi Partai Golkar, Hamzah Haz oleh Fraksi PPP dan Fraksi Reformasi, Agum Gumelar oleh Fraksi Partai Daulat Umat, Siswono Yudho Husodo oleh Forum Lintas Fraksi, serta Susilo Bambang Yudhoyono oleh Fraksi KKI dan Fraksi Utusan Golongan. Sedangkan, Yusril Ihza Mahendra dari Fraksi Partai Bulan Bintang mengundurkan diri.

Tepat pukul 17.50 WIB, proses pemungutan suara tahap pertama pemilihan wakil presiden RI selesai dihitung. Hasil pemungutan suara tersebut adalah sebagai berikut : Agum Gumelar memperoleh 41 suara, Susilo Bambang Yudhoyono memperolah 122 suara, Akbar Tandjung memperoleh 177 suara, Hamzah Haz 238 suara dan Siswono Yudohusodo 31 suara. Sedangkan yang abstain sebanyak 4 suara. Total suara yang masuk sebanyak 613 suara.

Karena belum ada yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari total suara yang masuk, pemilihan wakil presiden RI ini dilanjutkan ke tahap kedua dengan peserta Susilo Bambang Yudhoyono, Akbar Tandjung dan Hamzah Haz.

Sekitar pukul 23.30 WIB pemungutan suara babak kedua berakhir, Hamzah Haz kembali memperoleh jumlah suara terbanyak dengan 304 suara dan Akbar berada diurutan kedua dengan 203 suara, dan Susilo Bambang Yudhoyono di tempat ketiga dengan 147 suara. Jumlah suara yang masuk adalah 604 ditambah 3 suara abstain dan 2 suara yang dianggap tidak sah. Karena jumlah suara pemenang belum mencapai setengah dari jumlah keseluruhan pemilih, maka diadakan pemungutan suara babak ketiga yang dengan calon dua terbesar, yaitu Hamzah dan Akbar. Dalam pemungutan putaran ketiga dalam lanjutan Rapat Paripurna Sidang Istimewa (SI) MPR, Hamzah berhasil Hamzah meraih 340 suara atau unggul 103 suara dari Akbar Tandjung yang hanya meraih 237 suara. Hamzah membaca sumpah jabatan pada pukul 15.00. Setelah itu, ketua MPR Amien Rais menyerahkan ketetapan MPR diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Pemilihan Langsung

Sebelum habis masa jabatan pasangan Presiden Megawati Soekarnoputri dan Wakil Presiden Hamzah Haz, diselenggarakan pemilihan pasangan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2004-2009 secara langsung oleh rakyat Indonesia. Sebanyak 6 pasangan calon mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum:

  1. K. H. Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim (dicalonkan oleh Partai Kebangkitan Bangsa)
  2. Prof. Dr. H. M. Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono Yudo Husodo (dicalonkan oleh Partai Amanat Nasional)
  3. Dr. H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M.Sc. (dicalonkan oleh Partai Persatuan Pembangunan)
  4. Hj. Megawati Soekarnoputri dan K. H. Ahmad Hasyim Muzadi (dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)
  5. H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla (dicalonkan oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia)
  6. H. Wiranto, SH. dan Ir. H. Salahuddin Wahid (dicalonkan oleh Partai Golongan Karya)
Dari keenam pasangan calon tersebut, pasangan K. H. Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim tidak lolos karena berdasarkan tes kesehatan, Abdurrahman Wahid dinilai tidak memenuhi kesehatan. Akhirnya, pemilu putaran pertama diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004, dan diikuti oleh 5 pasangan calon.

26 Juli 2004 diumumkan hasil pemilihan umum dari 153.320.544 orang pemilih terdaftar, 122.293.844 orang (79,76%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 119.656.868 suara (97,84%) dinyatakan sah, dengan rincian sebagai berikut:
1. H. Wiranto, SH. Ir. H. Salahuddin Wahid memeroleh 26.286.788 suara atau 22,15%;
2. Hj. Megawati Soekarnoputri H. Hasyim Muzadi memeroleh 31.569.104 suara atau 26,61%;
3. Prof. Dr. HM. Amien Rais Dr. Ir. H. Siswono Yudo Husodo memeroleh 17.392.931 suara atau 14,66%;
4. H. Susilo Bambang Yudhoyono Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla memeroleh 39.838.184 suara atau 33,57%; dan  
5. Dr. H. Hamzah Haz H. Agum Gumelar, M.Sc. memeroleh 3.569.861 suara atau 3,01%.

Karena tidak ada satu pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka diselenggarakan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh 2 pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua, yakni SBY-JK dan Mega Hasyim.

20 September 2004 diselenggarakan Pemilu putaran kedua yang diikuti oleh 2 pasangan calon. Berdasarkan hasil pemilihan umum yang diumumkan pada tanggal 4 Oktober 2004, dari 150.644.184 orang pemilih terdaftar, 116.662.705 orang (77,44%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 114.257.054 suara (97,94%) dinyatakan sah, dengan rincian sebagai berikut: Hj. Megawati Soekarnoputri dan H. Hasyim Muzadi memeroleh 44.990.704 suara atau 39,38%; dan H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla memeroleh 69.266.350 suara atau 60,62%. Berdasarkan hasil pemilihan umum, pasangan calon Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia terpilih. Pelantikannya diselenggarakan pada tanggal 20 Oktober 2004 dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.

8 Juli 2009 diselenggarakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2009-2014. Hasil dari Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diikuti oleh tiga pasangan ini adalah:
1. Megawati-Prabowo memeroleh 32.548.105 suara atau 26,79% ,
2. SBY-Boediono memeroleh 73.874.562 suara atau 60,80%, dan
3. Jusuf Kalla-Wiranto memeroleh 15.081.814 suara atau 12,41%.

Pasangan JK-Wiranto dan Megawati-Prabowo mengajukan keberatan terhadap hasil rekapitulasi perolehan suara Pilpres 2009 yang telah ditetapkan KPU ke Mahkamah Konstitusi (MK), masing-masing dengan perkara nomor 108/PHPU.B-VII/2009 dan 109/PHPU.B-VII/2009. 12 Agustus 2009, majelis hakim konstitusi membacakan putusannya, dimana dalam amar putusan menyatakan bahwa permohonan ditolak seluruhnya. Putusan ini diambil secara bulat oleh seluruh hakim konstitusi, tanpa dissenting opinion. Setelah keluarnya putusan MK tersebut, pada 18 Agustus 2009, KPU menetapkan SBY-Boediono sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2009-2014. Dan pada Selasa, 20 Oktober 2009 pukul 10.00 WIB dilaksanakan pelantikan atas Pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, yakni Susilo Bambang Yudhoyono dan Budiono.

9 Juli 2014, bakal dilangsungkan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung lagi. Kali ini terdapat dua pasangan kandidat, yaitu: Prabowo-Hatta dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. 

Tidak ada komentar