Mengintip Kepenulisan Sahlul Fuad

Mahasiswa STKIP PGRI Ponorogo

Sahlul sedang menulis
Pada tengah bulan Oktober  2014, saya memulai ngobrol dengan Sahlul Fuad melalui dunia maya atau facebook. Sahlul Fuad sendiri adalah seorang yang berlatar belakang pendidikan  S1 Komunikasi-Penyiaran dan S2 Antropologi. Kegiatan saat ini hanya urusan tulis menulis termasuk penelitian sosial dan edit-edit naskah pidato. “Aku tidak tahu apakah aku yang memilih kepenulisan sebagai profesi atau aku yang terpilih oleh kepenulisan? Entahlah,” kata Sahlul, “Karena tiba-tiba saja aku merasa terseret dalam dunia kepenulisan ini”.
Dalam urusan dunia kepenulisan karya sastra, Sahlul Fuad sendiri masih belajar secara otodidak, dengan cara mengikuti forum-forum diskusi, dan berkumpul dengan penulis-penulis yang sudah profesional. Awalnya, ia hanya belajar jurnalistik dan menulis artikel. Lalu ia melanjutkan dan mencoba belajar menulis cerpen dan terakhir belajar menulis puisi.
Bagi Sahlul, membaca karya orang lain, baik puisi, cerpen, novel maupun ulasan-ulasannya, merupakan tugas penting yang juga harus dilakukan oleh orang yang belajar menulis. Tugas penulis, salah satunya, termasuk menggambarkan kondisi-kondisi sosial, politik, ideologi, ekonomi,dsb. Boleh dikatakan, karya yang tidak memiliki latar belakang sosial, budaya, politik, dsb itu tidak mempunyai arti penting bagi pembacanya.
Mempelajari teori-teori, menurut Sahlul, juga penting. Mempelajari semua gaya bahasa, lanjutnya, adalah bagian yang tak terelakkan. Baginya, jangan sampai bosan membaca buku-buku pelajaran dasar Bahasa Indonesia, dan membuka KBBI jangan malu. Bahkan diponsel Sahlul Fuad selalu teristal KBBI.
Belajar menulis menurut Sahlul Fuad adalah mencintai kata-kata. Semua proses dalam belajar kepenulisan karya sastra memang punya cerita sendiri-sendri tentunya. Tetapi yang paling mendasar menurut Sahlul Fuad, belajar membuat dan memadukan  kalimat yang benar. Belajar mengenali kata dan kedudukannya, ternyata bukan hal bisa disepelekan juga.
Ada dua prinsip dalam proses kepenulisan yang dipegang Sahlul Fuad, Prinsip pertama berusaha menggunakan EYD. Karena EYD ini dalah penduan dasar untuk membuat kalimat-kalimat yang kita bikin menjadi komunikatif. Kedua.  berusaha membuat tulisan selogis mungkin, karena memang bahasa adalah wujud dari logika kita.
Dalam setiap proses kepenulisan kreatif mempunyai keunikan-keunikan tersendri. Ada kalanya tiba-tiba jadi saat duduk di tepi jalan, ada yang keluar lama saat hendak tidur, ada juga yang terbentuk sepanjang perjalanan, ada juga walaupun sudah jadi, tetapi diotak-atik lagi di lain waktu. Ada juga ketemu awalnya hanya judul atau satu frase tertentu yang dianggap menarik, ada juga yang harus dipaksa keluar dan dicari aspek keindahannya. Ada juga yang muncul saat menonton film, seperti puisi berjudul “Rindu Kerinduan” yang ditulis pada saat menonton film August Rush,
Proses kreatif juga diperlukan editing yang secara teknis biasanya dilakukan dengan cara dibaca berulang-ulang. Perubahan dalam satu puisi bisa jadi berkali-kali. Dalam editing puisi yang pendek ternyata juga cukup lama karena mencari diksi dan bunyi yang enak dan tepat. Untuk membuat karya sastra justru berusaha nakal kalau gak “ nakal “ rasanya kok hambar “ kata Sahlul”. Dengan kenakalan berfikir itulah kita akan berbeda dengan banyak orang. Salah satu kenakalanku puisi “ derai-derai cemara “karya chairil Anwar, yang iseng-iseng menjadi “ cerai-cerai Asmara. Seperti ini :
Derai-derai Cemara “ Karya Chairil Anwar
 Cemara menderai sampai jauh
Terasa hari akan jadi malam
Ada beberapa dahan di tingkap merapuh
Dipukul angin yang terpendam

Aku sekarang orangnya bisa tahan
Sudah berapa waktu bukan kanak lagi
Tapi dulu memang ada suatu bahan
Yang bukan dasar perhitungan kini

Cerai-cerai Asmara “ Karya Sahlul Fuad
Asmara mencari sampai bau
Kurasa hati akan jadi karam
Dada meraba tangan di tiap waktu
Ditusuk dingin yang terpenggal

Aku melawan orang jika kawan
Lupa betapa aku luapkan kanal hati
Kami dulu senang pada suatu dahan
Yang kurang sabar persimpuhkan sepi

Puisi diatas, merupakan salah satu bentuk kenakalan Sahlul Fuad. Yang paling monumental bagi Sahlul Fuad sementara ini ada di buku 33 puisi dusta yang berjudul  “Nikah siri” karena puisi tersebut muncul pada saat isu banyaknya nikah siri mencuat, puisinya sangat pendek, dan mudah dihafal, berikut kutipan puisinya :
 Enaknya diam-diam
Deritanya bilang-bilang

Sahlul Fuad pernah membacakan puisi tersebut di Bulungan Blok M Jakarta Selatan pada acara baca puisi sastra Reboan. Disamping karya-karya yang sudah ada, Sahlul Fuad mempublikasikannya tergantung pada kepentingan dan maksud menerbitkannya. Banyak dampak sosial bagi Sahlul Fuad mengenai hasil karya-karyanya yang mulai banyak diminati pembaca atau masyarakat salah satunya tentu tambah teman dan tambah musuh. Karena, Sahlul Fuad sendiri terlibat dalam masalah polemik. Kalau dampak material, menurut Sahlul Fuad susah, karena  tidak bermaksud mencari urusan material dari puisi tetapi kalau dihubung-hubungkan mungkin ada karena ada orang tertarik dengan kepenulisan dia mengajak beliau dalam beberapa proyek penulisan, dan Sahlul Fuad sering terlibat dalam proyek menulis di luar sastra.
Menyangkut masalah kepenulisan yang saait ini berkembang di kalangan pelajar atau mahasiswa, bagi Sahlul Fuad sangatlah menarik. Karena, Fenomena kepenulisan kreatif itu sangat bagus. Sahlul Fuad merasa iri dengan orang-orang yang sudah mulai menulis sejak SMP atau SMA karena, ia sendiri mulai aktif menulis sudah kuliah, awalnya dulu dari menulis buku harian dan akhirnya berkembang menjadi saat ini.

Pesan Sahlul Fuad, sebagai penulis pemula diperlukan untuk mempelajari keberhasilan para penulis-penulis terdahulu merupakan  hal yang harus digali. Mencermati keunikan karakter dan keunggulan karya para penulis terdahulu menjadi sangat penting bagi keberhasilan penulis-penulis saat ini. Persoalannya, tidak mudah untuk mengenali keunikan karakter dan keunggulan karya para pendahulu. Dengan mengenali keunikan karakter dan keunggulan karya terdahulu setidaknya kita bisa membedakan mana karya yang serius atau tidak.

2 komentar:

  1. Jangan sampai Nawa kehilangan kesempatan seperti bapaknya.
    menulis sejak Balita...

    BalasHapus