Cara Merepotkan Rakyat

Untuk sekian kalinya aku mengurus administrasi kependudukan. Kali ini Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Kalau tidak salah, aku sudah lima kali ini saya berurusan dengan aparat desa dan polisi. Dua kali sewaktu di kampung kelahiran dan tiga kali di kampung perantauan. Dan tentu, lain kampung, lain pula kampungannya.

Ketika di kampung kelahiran sendiri, tentu urusannya lebih nyaman. Karena aparat di kelurahan sudah lama kenal. Apalagi, waktu itu, Pak Wing, yang menjadi aparat, masih satu langgar dengan saya. Setelah dari Balai Desa langsung menuju Polsek dan juga Koramil. Ya, waktu itu perlu juga menghadap Koramil, meskipun sebenarnya aparat di sana cuma memberikan stempel. Sedangkan di Polsek harus mengisi daftar riwayat yang panjang. Mulai dari nama, tempat /tanggal lahir, agama, kebangsaan, sampai struktur tubuh serta silsilah keluarga.

Ternyata, ketika mengurus SKCK lagi, baik di tempat yang sama dan tempat yang berbeda (bumi rantau), saya harus mengulang lagi langkah-langkah dan isian formulir yang sama, kecuali sekarang tidak perlu ke Koramil. Sempat juga saya menggerutu, "Bodoh sekali pemerintah kita ini." Betapa tidak, di sekolah atau di forum-forum diskusi kita sering mengatakan, "Jangan terperosok kedua kali dalam lubang yang sama." Orang yang terperosok dalam lubang yang sama lebih dari dua kali adalah sebodoh-bodohnya orang. Begitu pula kalau mengurus soal administrasi publik seperti ini. Coba lihat tulisan saya sebelumnya, yang berjudul Memangkas Birokrasi Pelayanan Sipil. Rakyat disuruh muter-muter mengurusi dokumen yang sama, di tempat yang sama. Buat apa KTP, Kartu Keluarga, Akta Lahir, Surat Keterangan Catatan Kepolisian, Ijazah Sekolah, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan sebagainya, tapi saya cukup salut dengan sistem Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negaran yang cukup hanya mengupdate informasi terkini saja.

Pada awal-awal Pemerintahan Presiden Joko Widodo ini, kebetulan sedang ada ribut-ribut perkara KPK-Polri lagi, khususnya BG-AS dan BW, saya dituntut lembaga tertentu untuk melampirkan SKCK. Awalnya saya cukup percaya diri, dengan membawa fotocopy SKCK lawas, saya sudah bisa memperpanjang dengan mudah dan sederhana. Saya datang ke kantor desa untuk menanyakan apa saja persyaratannya. Tampak di ruang depan kantor desa itu beberapa pegawai sedang sibuk mengerjakan sesuatu. Entahlah, saya tidak terlalu paham urusan mereka. Saya agak bingung menghadapi suasana ruangan depan kantor desa yang baru aku tinggali selama dua tahun ini.

Saya langsung bertanya, "Pak, kalau mau perpanjang SKCK perlu bawa apa saja, ya?" tiba-tiba ada orang dari belakang bersalaman dengan saya. Saya pun dengan cueknya duduk di depan kursi pelayanan. Seseorang di samping saya memberikan penjalasan, "Yang perlu dibawa adalah:
1. SKCK lama
2. Fotocopy KTP
3. Fotocopy KK
4. Fotocopy Akte Lahir
5. Nanti kita bikinkan Surat Pengantar Desa.
6. Foto Background merah.

"Bapak tinggal di komplek itu?" tanya lelaki putih tinggi di samping saya.
"Iya, Pak. Saya RT 01."

Dalam pikiran saya, sambil berusaha melihat wajah lelaki itu, sepertinya orang ini adalah kepala desa saya. hehehe.. Memang kepala desaku masih baru. Pada waktu pemilihan kepala desa saya sedang berada di luar kota. Walhasil, saya tidak tahu wajah kepala desa saya yang menang. Karena waktu kampanye, ke RT saya, orang itu tak tampak. Wajah yang dipampang di banner pun berbeda.

"Sudah lama tinggal di situ?" tanyanya.
"Dua tahun," jawab saya.
"Sudah lumayan juga," tanggapnya.

Tampaknya dia curiga pada saya, bukan karena saya penjahat, tetapi karena dia mungkin mendengar gosip bahwa ada orang komplek yang berhasil mengerahkan masyarakat langgar di RT 01 menyelenggarakan kegiatan besar.

"Sudah punya KTP, pak?" tanya pegawai desa.
"Sudah. KK pun sudah, tapi masih ada yang salah. Jenis kelamin dan tahun lahir anak saya masih salah. Kata Pak RT, nanti saja diurusnya," papar saya.
"Sebaiknya diurus sekarang saja. Nanti kalau ada keperluan tidak mendadak," terang orang yang saya duga Kepala Desa.
"Baik, pak. Saya ambil berkas saya."

Segera saya mengambil berkas di rumah, dan menfotokopi sesuai dengan kebutuhan. Kebetulan di tempat fotokopi bertemu dengan pegawai desa yang menyalami saya.

"Kok, cepat?" tanyanya.
"Iya, cuma ambil saja."

Saya masuk ke kantor desa lagi. Suasana sepi. Ada dua orang saja. Satu di sebelah barat, satu lagi di depan komputer. Tak ada tanggapan saya hadir. Tak ada pertanyaan apapun. Mereka sibuk sendiri. Orang yang di depan komputer pergi. Orang yang di sebelah barat menuju meja di sebelah timur.

"Pak, saya mau minta surat pengantar SKCK."
"Sebentar, ya."

Dia sibuk mengetik. Entah apa yang diketik. Orang yang kusangka kepala desa masuk ruangan.
"Pak..." sapa saya.
"Sudah, mas?" tanyanya.
"Iya, pak," saya jawab, sambil melirik nama yang menempel di bajunya. Syamsul GM.

Pak Syamsul pergi lagi, dan menitipkan sebuah dokumen pada orang di depan saya. Saya hanya diam. Lumayan. 15 menit lebih. Saya melihat papan susunan organisasi desa. Rupanya benar, bapak tadi adalah kepala desa saya. Saya duduk lagi. 30 menit. Ah...

Pegawai muda yang tadi melayani saya bersama pak kades masuk. Wajahnya tampak kurang ramah. Ah. Aku cuek saja. Saya diam. Longak-longok... Rupanya beginilah pegawai baru di pemerintahan Kepala Desa Baru. Pada waktu aku mengurus yang SKCK 2013, pegawainya responsip. Cepat-cepat saya dibuatkan surat pengantar. Periode ini cukup lamban. Mereka sibuk sendiri.

"Mas, mau apa?" tiba-tiba orang yang sibuk mengetik di depa saya bertanya.

Orang itu tampaknya juga pegawai desa. Mestinya dia seragam, tapi dia menutupinya dengan jaket kain jeans.

"Ini saya mau meminta surat pengantar desa untuk SKCK," jawab saya.
"Lho, kirain sudah."

Dia segera meminta berkas saya, yang sudah saya taruh di mejanya. Tak lama kemudian dia print surat saya. Ternyata di surat itu sudah ada tulisan, "Keperluan Untuk Melamar Pekerjaan".

"Asssyu!!!" saya membatin "Bagaimana mungkin dia tahu maksud saya untuk ameminta SKCK, padahal belum tentu begitu..."

Saya langsung melihat-lihat lagi segala apa yang tertempel. Tidak ada tulisanpun yang terpampang tentang "Prosedur Pelayan" di sana. Dia tidak bertanya dulu untuk keperluan apa. Berbeda dengan pegawai desa yang lama. Orangnya ramah, dan menanyakan secara jelas. Tapi usai sudah urusanku dengan aparat desa yang "keparat ini".

Saya meluncur ke kantor Polsek Pagedangan, Tangerang. Tidak ada petunjuk yang jelas ke mana arah mengurus SKCK. Saya nyelonong ke pintu utama. Tak ada orang. Saya mengintip ruang yang cukup ramai.

"Maaf, di mana mengurus SKCK?" tanya saya.
"Di sebelah," kata seseorang.

Saya bergerak ke samping pintu utama. Di situ tampak pintu dengan tulisan "TUTUP". Hatiku langsung ciut. Saya mengintip dari lubang kecil, tampak ada seorang pemuda dengan ukuran badan yang cukup besar. Berbaju biru donker garis halus. Dia menghadap komputer.

"Mas, kalau mengurus SKCK di sini?"

"Berkasnya sudah lengkap?" jawabnya dengan ketus.

Lalu saya mengambil berkas lengkap yang sudah saya siapkan. Saya serahkan melalui jendela kecil pelayanan. Pemuda itu tampak main game di tabnya. Saya diam menanti.

"Pak, ini berkasnya."

Dia ambil berkas saya, lalu berdiri mengambil formulir, dan menyetaplesnya dengan dokumen yang telah saya berikan.

"Brakkk" dia melempar dokumen itu di mejanya depan wajah saya. Saya langsung merah, ingin marah. Saya ambil dokumen itu. Saya mengisinya. Rupanya saya harus mengisi ulang semua data yang pernah saya serahkan berkali-kali, kepada polisi... Beda sekali saat saya mengurus SKCK di Polres Kabupaten Tangerang, mereka ramah dan melayani..

"Saya ingin memotret petugas itu," saya bilang pada istri saya yang sabar menemani.
"Nanti saja kalau sudah dapat SKCKnya.."

SKCK sudah kuterima... tapi saya lupa memotretnya...

Jadi beginilah, caara merepotkan rakyat... Halo... Pak KaPolsek Pagedangan. Endang Sukmawijaya. apakabar dengan tulisan besar di depan pintu gerabang "SIAP MELAYANI" maksudnya "SIAP MELAYANI PERANG?!!!"

4 komentar:

  1. Setelah SKCK diterima, kani buru- buru ke tempat fotokopi. Saya tanya " berapa yah ( fotokopinya)?" dia jawab " satu lembar aja". Segera kami ke polsek lagi untuk legalisir, " aku nunggu di parkiran ajalah"...
    2 menit berlalu muncullah cak lul di balik pintu mobil sambil tersenyum dan berkata " CUK !!!" hwahaha
    Rupanya sang petugas kecewa karena legalisirnya cuma satu lembar " ya udah lima ribu rupiah aja deh"...
    Rasakno....

    BalasHapus