GAYA NGOPI BERSAMA CAK UD

Cak Ud (berbaju putih) di Warung Kopi
Sejak kapan saya rutin ngopi? Saya coba ingat-ingat, menelusuri lorong ingatan yang pernah saya lewati. Rupanya ingatan itu begitu gelap. Saya tidak menemukan hobi ngopi itu hingga di usia remaja. Mungkin ada secara lamat saat bertamu. Fase saya di Semarang juga hanya terjadi sewaktu-waktu, beli di tukang asongan samping Pasar Johar. Fase di Jakarta tampak lebih terang.

Cak Masud lah yang memberikan pengalaman ngopi kepada saya secara menarik. Hampir tiap malam, di atas pukul 9 hingga menjelang subuh, kami nongkrong di sebuah warung kopi di terminal Lebak Bulus. Suasana terminal masa itu terasa begitu nyaman. Para angkot sudah pulang ke kandang masing-masing, hanya beberapa saja yang tinggal. Kadang sekelompok sopir dan kenek mendendangkan lagu-lagu Batak begitu menyayat. Apalagi di sana ada Lina, seorang gadis putri penjual kopi, yang cukup enak dipandang. Hingga muncul sebuah ungkapan, "Wala Taqrabu Lina Ilaa..."

Bersama Cak Ud, saya diajak berdiskusi mengenai banyak hal di warung kopi, mulai dari urusan santet, sampai politik. Dari soal pengalaman nyablon hingga nonton film. Dari urusan pribadi sampai organisasi. Dan yang tak kalah pentingnya adalah, bagaimana cara ngopi yang asyik, tidak cepat habis, dan bermanfaat.

Selain di terminal dengan suguhan kopi kapal api, Cak Masud memperkenalkan saya pada Espresso di sebuah kafe. Berbeda dengan ngopi kapal api bergelas ukuran 250ml, ngopi espresso hanya pakai cangkir mungil, mungkin hanya 50ml. Meski kecil, Cak Ud berhasil ngopi hingga 1 jam lebih. Awalnya saya heran, kok bisa? Rupanya Cak Ud telah mengajarkan cara ngopi yang berbeda lagi. Mungkin karena sering ke sana, Cak Ud tampak sudah akrab dengan pelayan kopi itu.

Di sebuah kontrakan, saya dan Cak Ud sedang menyiapkan wedang kopi. Air telah dimasak. Saya mencoba meramu dengan ukuran gula dan kopi tertentu. Pada saat mengaduk, rupanya takarannya tidak tepat. Akibatnya rasanya tidak sesuai harapan. Ketika saya tambah lagi, Cak Ud menegur, "Yo ojok disusulno, rasane tambah gak enak.."

Setelah lama berpisah, saya dengar Cak Ud buka Warung Kopi. Nah, sesekali saya harus ngopi di warung Cak Ud di Surabaya. Alhamdulillah, sudah beberapa kali saya ngopi di sana. Bahkan menginap di sana. Kami masih mendiskusi tentang banyak hal, termasuk mengenai kopi.

7 komentar:

  1. pasti senang kalau saya kenal dengan Cak Ud ini

    BalasHapus
  2. walaa taqrobul linaa> illaa liya'buduun..he he he
    Di sinilah saya baru menyadari ''kekejaman'' sahlul. Padahal saya yg lebih dulu bergairah menulis. Tapi kemampuan dan fasilitas saya tidak memenuhi.
    Sukses lul!!

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Baru tau, ini yang namanya 'cak ud'. . .
    Pantes, anak imageJKT sering wiridan nama cak lul dan cak ud :)

    BalasHapus