Apa yang Baru dalam Puisi Terbaru?
Judul ini benar-benar pertanyaan saya karena ketidaktahuan saya terhadap perkembangan puisi di Indonesia maupun di belahan dunia lainnya. Saya memang bukan penyair serius, yang menekuni dunia kepenyairan. Saya juga bukan pengamat puisi, yang melihat secara rinci perbedaan-perbedaan, perubahan-perubahan, dan perkembangan-perkembangan puisi dari era pertama kali muncul puisi hingga sekarang. Namun, boleh kan saya bertanya?
Selama ini saya baru tahu sejarah perkembangan puisi di Indonesia berdasarkan periodisasi, mulai dari pujangga lama, Balai pustaka, pujangga baru, angkatan 45, dan seterusnya. Sedikit-sedikit saja tahu karakteristik dari karya-karyanya. Kuper sekali, ya..
Beberapa penyair, saya memang kenal. Beberapa karakter puisi mereka juga saya kenal. Di antara mereka saya ikuti gayanya. Dan terus terang, berdasarkan karakter puisinya yang khas, saya hanya kenal: Amir Hamzah, Chairil Anwar, Sutardji Calzoum Bachri, Sapardi Djoko Damono, WS Rendra, Afrizal Malna, dan Joko Pinurbo. Selain itu, saya tidak bisa membedakan lagi gaya atau karakter-karakter lainnya. Hampir semua tampak sama, dalam pandangan saya.
Mungkin karena saya tidak pernah sekolah sastra, atau karena tidak pernah membaca kritik sastra secara serius, sehingga saya kurang peka terhadap gaya atau karakteristik puisi-puisi lainnya. Kalau berdasarkan tema, mungkin bisa saya membedakan. Kalau berdasarkan bentuk, mungkin pula bisa membedakan. Tetapi bentuk, tema, dan cara-cara membangun imaji serta gaya bahasa yang dipergunakan rasanya kok seperti mengulang-mengulang dari karya yang sudah ada. Akibatnya, saya tidak merasakan sensasi yang baru dari puisi-puisi itu.
Oleh karena itu, pertanyaan saya adalah apa yang baru dalam puisi-puisi terbaru? Saya berharap, tanpa melakukan penelitian sendiri, dan tentu para pengamat puisi serta teman-teman yang sedang belajar tentang puisi lebih kompeten untuk menjelaskannya. Sehingga dengan penjelasan tersebut, penyusupan-penyusupan yang terjadi seperti dalam kasus 33 tokoh sastra paling berpengaruh setahun yang lalu bisa diantisipasi.
Saya kira ini pekerjaan serius. Selaku orang yang pernah belajar di pesantren, walau tidak serius, kita bisa kirim hadiah doa, setidaknya fatihah, kepada orang-orang yang berkontribusi penting bagi perkembangan kesusasteraan di bidang puisi di Indonesia ini. Tentu saja perlu dibangun metodologi yang kuat. Kalau perlu ada perang metodologi terbuka. Metodologi apa yang paling kuat argumentasi dan paling ampuh, itulah metodologi yang akan dipakai.
Dengan adanya metodologi tersebut, barulah kita melacak karya-karya yang pernah ada, untuk diuji, benarkah karyanya itu benar-benar puisi atau sekadar igauan penulis...
Selama ini saya baru tahu sejarah perkembangan puisi di Indonesia berdasarkan periodisasi, mulai dari pujangga lama, Balai pustaka, pujangga baru, angkatan 45, dan seterusnya. Sedikit-sedikit saja tahu karakteristik dari karya-karyanya. Kuper sekali, ya..
Beberapa penyair, saya memang kenal. Beberapa karakter puisi mereka juga saya kenal. Di antara mereka saya ikuti gayanya. Dan terus terang, berdasarkan karakter puisinya yang khas, saya hanya kenal: Amir Hamzah, Chairil Anwar, Sutardji Calzoum Bachri, Sapardi Djoko Damono, WS Rendra, Afrizal Malna, dan Joko Pinurbo. Selain itu, saya tidak bisa membedakan lagi gaya atau karakter-karakter lainnya. Hampir semua tampak sama, dalam pandangan saya.
Mungkin karena saya tidak pernah sekolah sastra, atau karena tidak pernah membaca kritik sastra secara serius, sehingga saya kurang peka terhadap gaya atau karakteristik puisi-puisi lainnya. Kalau berdasarkan tema, mungkin bisa saya membedakan. Kalau berdasarkan bentuk, mungkin pula bisa membedakan. Tetapi bentuk, tema, dan cara-cara membangun imaji serta gaya bahasa yang dipergunakan rasanya kok seperti mengulang-mengulang dari karya yang sudah ada. Akibatnya, saya tidak merasakan sensasi yang baru dari puisi-puisi itu.
Oleh karena itu, pertanyaan saya adalah apa yang baru dalam puisi-puisi terbaru? Saya berharap, tanpa melakukan penelitian sendiri, dan tentu para pengamat puisi serta teman-teman yang sedang belajar tentang puisi lebih kompeten untuk menjelaskannya. Sehingga dengan penjelasan tersebut, penyusupan-penyusupan yang terjadi seperti dalam kasus 33 tokoh sastra paling berpengaruh setahun yang lalu bisa diantisipasi.
Saya kira ini pekerjaan serius. Selaku orang yang pernah belajar di pesantren, walau tidak serius, kita bisa kirim hadiah doa, setidaknya fatihah, kepada orang-orang yang berkontribusi penting bagi perkembangan kesusasteraan di bidang puisi di Indonesia ini. Tentu saja perlu dibangun metodologi yang kuat. Kalau perlu ada perang metodologi terbuka. Metodologi apa yang paling kuat argumentasi dan paling ampuh, itulah metodologi yang akan dipakai.
Dengan adanya metodologi tersebut, barulah kita melacak karya-karya yang pernah ada, untuk diuji, benarkah karyanya itu benar-benar puisi atau sekadar igauan penulis...
Post a Comment