Di Mana Keindahan Puisi?

Suatu saat saya merasa sangat jenuh melihat puisi. Saya merasa kehilangan keindahan puisi-puisi yang saya baca. Hal ini tentu berakibat pada pertanyaan,Apa manfaat puisi? apa nikmatnya puisi-puisi itu? Bagi saya, puisi bukan sekadar ungkapan yang indah, tetapi memiliki maksud dan tujuan tertentu. Bukan pula sekadar maksudnya dibaca orang, tetapi juga memberikan sentilan, inspirasi, dan wawasan.

Tentu saja banyak jawaban yang telah ada sebelum pertanyaan saya itu lahir dari perasaan dan pikiran saya. Akan tetapi jawaban-jawaban itu tidak memberikan kepuasan sama sekali. Apa makna kabut, angin semilir, batu kali, dan sebagainya? Binhad mempertanyakan, dalam puisinya, batu, angin dan sebagainya tidak artinya bagi kelaparan, ketidakadilan, dan sebagainya. Begitu juga WS Rendra, sebelumnya juga menulis, “Aku bertanya, tetapi pertanyaanku membentur jidat penyair – penyair salon yang bersajak tentang anggur dan rembulan, sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya. Dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan termangu-mangu di kaki dewi kesenian.”

Banyak juga sikap skeptis terhadap berbagai puisi, termasuk gaya puisi perlawanan. Mereka bilang, tetap saja puisi tak mampu mengerahkan perubahan. Apalagi jenis puisi cinta, yang malah memperpuruk jiwanya.

Selaku orang yang pernah berjibaku menulis puisi, kadang keindahan puisi terasa indah pada saat menuliskannya. Dalam perenungan dan perangkaian kata-kata untuk menghasilkan pesan dan kesan yang kuat, keindahan itu terasa begitu kuat dalam hati. Tapi entah setelah puisi itu dianggap selesai. Kadang tidak ada sedikitpun keindahannya. Puisi yang baru saja tercipta, tiba-tiba kedaluarsa keindahannya. Saya jadi ingat ungkapan Binhad dalam peluncuran buku puisi di Warung Apresiasi Bulungan, dia mengatakan, "Semoga puisi ini tetap menjadi puisi." Artinya, kualitas keindahan puisi bisa saja luntur dalam waktu sejenak.

Saya melihat ada banyak jenis orientasi keindahan puisi yang dilihat orang. Secara serampangan saya mengelompokkan bahwa orientasi keindahan puisi bisa dilihat dari: Pertama, tema yang diangkat. Orang menganggap indah suatu puisi jika tema yang diangkat menarik perhatiannya. Apakah itu tema cinta, politik, agama, atau alam. Kedua, bentuk puisi. Membuat bentuk puisi memiliki kerumitan tersendiri. Tak heran banyak orang mengapresiasi kemampuan penyair dalam membuat puisi yang taat pada bentuk tersendiri, apakah itu pantun, kwatrin, dan lain sebagainya. Karena ketika mengikuti suatu bentuk tertentu seorang penyair akan mencari kata-kata atau diksi yang sesuai dan dengan tema yang sesuai pula.

Ketiga, gaya bahasa. Keindahan gaya bahasa memang tidak diragukan lagi. Tentu saja tuntutan seorang penyair adalah menciptakan ungkapan-ungkapan baru, walaupun tidak menghasilkan gaya bahasa yang sudah populer, seperti metafora, hiperbola, metonimi, dan sebagainya. Tampaknya memang mudah, tetapi untuk menghasilkan metafora yang original bukanlah persoalan sepele. Keempat, bunyi. Bagi saya, bunyi-bunyian dalam puisi memiliki peran yang penting juga bagi keindahan sebuah puisi. Di sini keuletan seseorang ditantang untuk menemukan bunyi-bunyi yang menarik. Kelima, diksi. Mencari kata yang tepat yang dapat mewakili fenomena sekaligus ekspresi perasaan jiwanya memberikan kesan indah bagi suatu puisi. Keenam, makna. Tentu saja, serangkain puisi yang dibangun dengan bentuk tertentu, gaya bahasa tertentu, diksi tertentu, dan bunyi tertentu untuk menghasilkan makna yang kuat dan dalam. Walaupun indah secara bahasa, tetapi maknanya hanya berkutat seperti yang dia gambarkan, tidak memiliki makna-makna lain, bagi saya itu percuma. Omong kosong.

Jika salah satu di antara keenam hal tersebut hancur, rasanya saya tidak menemukan keindahannya. Sebagai orang awam puisi, tentu saja jenis keindahan puisi ini sangat ngawur. Tetapi itulah ukuran keindahan saya ketika membaca puisi. Mungkin ini juga yang membuat saya tidak terlalu percaya diri dengan puisi yang saya ciptakan.. Entah kalian..

3 komentar:

  1. gaya bahasa Metromini? wah, itu pasti gaya yang sangat hebat, Cak, kalau bisa diterapkan dalam puisi kita

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha. iya.. gaya bahasa yang keras dan penuh semangat.. seperti BLOEM!!! BLOEM!!! TING!!! TING!!! TUNGGUUUUU!!!

      Hapus
  2. tidak semua orang begitu saja bisa memahami syair. Dan tidak semua penyair bisa memberi kenikmatan pada pembacanya.

    bisa jadi penyair dan syairnya adalah termasuk ''species langka''. Yang hendaknya janganlah terlalu banyak tapi juga jangan sampai punah di muka bumi ini...

    BalasHapus