Jangan Tanggung Bangun Jalan
Saya senang sekali melewati jalan-jalan raya yang makin lebar dan rapih. Lubang-lubang jalanan sudah makin menghilang. Saya kira, itulah wujud salah satu pelayanan negara.
Meski demikian, saya juga kecewa mengapa jalanan makin tak aman. Sekian banyak Begal. Makin padat kemacetan. Makin tinggi kecelakaan. Belum lagi terkena banjir dan sebagainya. Apa yang salah dari pembangunan jalan ini? Jangan-jangan ada prasyarat-prasyarat yang tidak terpenuhi dalam membangun jalanan ini.
Mari kita lihat waktu mengecor jalan. Para pekerja langsung memasang papan setinggi sekitar 30 cm di sisi kanan dan kiri jalan. Mobil hotmiks datang menyiramkan cornya. Selama beberapa hari-hari tidak boleh dilewati. Sudah. Go...
Tak ada got, tak ada aliran air. Bila hujan, air menggenang. Memangnya, sampai kapan cor dan aspal itu bisa bertahan jika air terus seperti itu. Tak lebih dari setahun, jalan sudah bocel-bocel, retak-retak, ambles, dan sebagainya. Saya tidak tahu apakah formulasi bahannya yang tidak sesuai atau akibat air yang tidak bisa mengalir, atau dasar tanahnya yang lembek, atau kendaraannya yang terlalu padat.
Selain itu, banyak mobil terguling, gara-gara pinggir cor yang curam. Lihat saja pinggir-pinggir jalan cor baru itu. Masih mending jika di samping cor itu masih ada tanah yang cukup lapang. Padahal yang lebih banyak adalah selokan saja.
Kadang kita harus jalan kaki, menyusuri jalan raya. Waduh. Rasanya, nyawa sudah berada di ubun-ubun saja. Motor ngebut. Mobil ngebut. Emangnya negara tidak punya duit bikin trotoar?
Menurut saya, kalau bangun atau renovasi jalan jangan tangung-tanggung. Keruk yang dalam. Sebagai selokan air yang luas. Dicor yang tebal. Jangan lupa dikasih marka jalan yang tegas. Dan jangan lupa juga ada trotoar yang tidak bisa direbut pedagang kaki lima. Saya mendukung kaki lima, tapi gunakan lahan yang nyaman, untuk parkir motor atau lainnya.
Jangan hanya menuntut pajak, titilan Dishub di jalan-jalan.
Meski demikian, saya juga kecewa mengapa jalanan makin tak aman. Sekian banyak Begal. Makin padat kemacetan. Makin tinggi kecelakaan. Belum lagi terkena banjir dan sebagainya. Apa yang salah dari pembangunan jalan ini? Jangan-jangan ada prasyarat-prasyarat yang tidak terpenuhi dalam membangun jalanan ini.
Mari kita lihat waktu mengecor jalan. Para pekerja langsung memasang papan setinggi sekitar 30 cm di sisi kanan dan kiri jalan. Mobil hotmiks datang menyiramkan cornya. Selama beberapa hari-hari tidak boleh dilewati. Sudah. Go...
Tak ada got, tak ada aliran air. Bila hujan, air menggenang. Memangnya, sampai kapan cor dan aspal itu bisa bertahan jika air terus seperti itu. Tak lebih dari setahun, jalan sudah bocel-bocel, retak-retak, ambles, dan sebagainya. Saya tidak tahu apakah formulasi bahannya yang tidak sesuai atau akibat air yang tidak bisa mengalir, atau dasar tanahnya yang lembek, atau kendaraannya yang terlalu padat.
Selain itu, banyak mobil terguling, gara-gara pinggir cor yang curam. Lihat saja pinggir-pinggir jalan cor baru itu. Masih mending jika di samping cor itu masih ada tanah yang cukup lapang. Padahal yang lebih banyak adalah selokan saja.
Kadang kita harus jalan kaki, menyusuri jalan raya. Waduh. Rasanya, nyawa sudah berada di ubun-ubun saja. Motor ngebut. Mobil ngebut. Emangnya negara tidak punya duit bikin trotoar?
Menurut saya, kalau bangun atau renovasi jalan jangan tangung-tanggung. Keruk yang dalam. Sebagai selokan air yang luas. Dicor yang tebal. Jangan lupa dikasih marka jalan yang tegas. Dan jangan lupa juga ada trotoar yang tidak bisa direbut pedagang kaki lima. Saya mendukung kaki lima, tapi gunakan lahan yang nyaman, untuk parkir motor atau lainnya.
Jangan hanya menuntut pajak, titilan Dishub di jalan-jalan.
Post a Comment