Perkara Darah

Sudah lama sekali saya penasaran terhadap jenis darah yang mengalir dalam tubuh saya. Waktu masih ibtidaiyah, kakak saya pernah dicek darahnya oleh gurunya. Gampang katanya. Cuma ditusuk jarum, lalu diteteskan di kaca, entah diberi apa, sudah bisa ketahuan jenis darahnya. Beberapa kelas yang diajar oleh guru baru itu, dilakukan cek darah.

Walaupun pada akhirnya saya sempat aktif di Palang Merah Remaja, waktu Aliyah, saya tak pernah tes darah. Begitupun saat kuliah, bahkan lulus kuliah, keinginan tes darah terus saja gagal. Mungkin memang karena keinginan saya tidak terlalu kuat saja.

O, saya baru ingat. Sebenarnya saya pernah cek darah di Rumah Sakit Persahabatan, sewaktu saya sakit pneumonia. Sayangnya, saya tidak mengecek jenis darah saya dari data hasil laboratoriumnya. Saya langsung setoran saja kepada dokter yang memeriksa saya.

Sempat saya bercerita kepada teman-teman saya mengenai jenis darah saya. Eh, malah dia bisa menebak jenis darah saya. Jenis darah itu, katanya, hanya dua: darah merah dan darah biru. Dan jenis darah saya adalah jenis darah B, alias biru. Diskusi mengenai darah merah dan biru, saya menulis puisi:

Tuhan mencipta darah manusia dua warna
Darah merah untuk kaum sengsara
Darah biru bagi pengganggu
               (Darah Kekuasaan, dalam 33 Puisi Dusta)

Akan tetapi, bukan jenis darah ini yang saya maksud. Kalau darah kekuasaan tidak perlu ke dokter. Tanya saja pada tetangga, "Dia itu darah merah atau biru?" kalau tetangganya bilang tidak jelas, anggap saja darah merah. Darah kaum pengganggu biasanya tampak pada cara bicaranya. Tidak selalu keras atau lembut, memang.

Nah, suatu saat bulan puasa, saya mengantar istri, anak, dan keponakan ke swalayan di BSD. Setelah parkir, saya lihat mobil PMI sedang membuka posko donor darah. Bukan posko banjir atau mudik. Di situlah saya langsung ingin donor. Sebenarnya bukan donornya yang utama, tetapi ingin tahu jenis darah saya.

Setelah mengisi formulir, cek tekanan darah, cek juga jenis darah saya. Dan, jreng... jreng... ternyata saya berjenis darah Aneh Banget. Pantesan perilaku saya kadang sulit saya pahami sendiri. Waktu tes kejiwaan, saya memiliki kecenderungan yang hampir dimiliki 4 (empat) kelompok yang dibedakan secara tegas.

Saya tanya kepada Al-mukarrom Romo Syaikh Proffesor Google mengenai jenis darah saya. Rupanya memang Aneh Banget. Di sebuah negara tertentu, orang sejenis saya ini harus dibuang. Rada-rada susah diatur. Konon, cenderung misterius. Sulit ditebak. Padahal saya orang baik-baik. Meski tekanan darah saya memang cenderung rendah.

Apakah memang karena golongan darah, tekanan darah saya cenderung rendah? Saya kan tengsin juga waktu ada acara donor darah PMI Jakarta Barat, saya ditolak gara-gara tensi darah saya terlalu rendah. Saya sampai menduga bahwa saya ini pengidap Hipotensi. Sering banget.

Dokter bilang, saya kurang tidur. Padahal saya tidur melimpah-limpah. Bukan hanya 4 jam, tapi 8 jam, kadang malah lebih. Dia bilang saya kurang olahraga. Padahal kalau usai olahraga, saya malah drop. Berarti saya kurang kambing. Iya, sejak Aliyah, saya kadang ngeloyor sama Khoiri, teman saya, beli sate hati kambing di Bungah. Begitu pula bersama istri. Kebetulan istriku juga cenderung rendah. Waaah, saya harus waspadai Nawa, nih.

Begitulah, salah satu hobi saya adalah "suntik", ini istilah dari Gogik, ke warung sate. Masalahnya adalah... jreng... jreng... jreng... setelah cek kandungan darah, darahku dan darah istriku, mengandung kolesterol yang cukup tinggi. Tapi tenang, saya cuga doyan makan bakwan.. eh, bawang. Kata teman dari Brebes, setelah makan sate kambing muda usia 1 bulan, sebaiknya makan bawang merah. Kolesterol bisa dinetralisasi dengan bawang, katanya.

Rupanya darah manusia ini ruwet juga urusannya. Orang terkena virus masuk lewat darah. Orang terkena malaria masuk lewat darah. Orang terkena masuk angin merusak aliran darah. Orang tidak perawan urusannya darah... Tapi kenapa ada istilah darah biru???

1 komentar:

  1. ada lagi darah muda... darahnya para remajaaaa...
    kata haji rhoma irama

    BalasHapus