Saeful dan Kebakaran

Saeful dan Desi menyaksikan rumahnya ludes
Kamis sore (6/3/2015) kebakaran besar kembali melalap perkampungan di Tanah Abang. Sekitar sepuluh tahun lalu, perkampungan ini juga disambar api. Perkampungan padat dan kebanyakan berbahan kayu itu sangat cepat ludes.

Kebetulan di antara yang menjadi korban adalah sahabat saya, Saeful Anam. Sepuluh tahun lalu, status Saeful Anam di sana masih calon menantu H. Wagiman. Tidak lama setelah kebakaran, Saeful dinikahkan dengan Desi Nurhasanah. Gadis yang dikenalnya dalam Mapaba bersama forum Komisariat PMII se-DKI Jakarta. Saat itu Saeful adalah sahabat yang runtang runtung di Pengurus Komisariat Kebayoran Lama. Kini, kedua orangtua Desi sudah meninggal dunia. Saeful menjadi kepala keluarga.

Mendengar kabar kebakaran sore hari, saya telepon Saeful. Tapi teleponnya mati, BBM juga mati. Baru pukul 22 dia menjawab. Saya berada di Brebes. Esok harinya baru kembali ke Jakarta. Melalui telepon, dia berpesan supaya membawa karpet yang kupinjam untuk acara peluncuran buku "Jimat NU" setahun yang lalu.

Pukul 06:30 kereta berangkat dari Brebes, tiba di Jakarta pukul 11 kurang. Saya ke PDS HB Jassin mengambil karpet. Selamet masih ada. Padahal sudah setahun. Hehe. Tiga karpet saya usung dengan taksi. Di tengah perjalanan, Saeful bilang satu saja. "Lah, sudah saya angkut semua."

Tiba di lokasi, wow... kebakaran kali ini tampak jauh lebih besar dari sepuluh tahun lalu. Konon, api bersumber dari seberang kali. Cuaca sangat terang. Tampaknya, siangnya sangat panas. Angin bergerak kuat. Menyambar-nyambar. Bahkan bisa belok. Orang-orang bercerita tentang kedahsyatan api yang meremas rumah mereka.

Sehari sebelum kejadian, saya sempat bertelepon dengan Saeful. Katanya sedang sakit. Pada waktu kejadian, dia masih sakit. Pada waktu ribut-ribut, walau sakit, dia ternyata mampu mengangkut lemari es.

"Kondisi panik ternyata tenaga berlipat, ya. Bayangkan, saya mampu mengangkut lemari es sendirian. Padahal dalam situasi normal, tampaknya tidak mungkin," ungkap Saeful.

Averos bersandar lemari es yang terselamatkan
Saya tidak tega melihat anak-anaknya. Saya menawarkan ke anaknya, "Ayo ikut ke rumah Nawa saja, yuk."

"Aku mau... Aku mau...," sahut Seva anak keduanya.

Averos dan Salwa pun berteriak yang sama. Kedua orangtuanya keberatan. Kebetulan ada Rani dan kawan-kawan lainnya. Mereka mendukung saya. Mama Nawa, istri saya, juga setuju. Bahkan Istriku ingin Desi juga ikut. Namun, Desi menolak. Tidak enak dengan situasi.

Asmawi, teman sekamar waktu di asrama, juga datang. Dia mengajar di sekolah dekat lokasi. Dia juga tampak sangat prihatin melihat situasi dan kondisi.

Akhirnya, Averos dan Sheva ikut saya. Mereka tampak asing saat naik komuter len. Tiba di rumah saya, sedikit adaptasi, langsung bermain. Keduanya sudah akrab dengan Nawa. Semoga cobaan yang menimpa Saeful bersama warga bisa segera teratasi.

2 komentar: