Teologi Anak-Anak

Suatu hari Averose bin Saeful ceramah di hadapan Sheva bin Saeful dan Nawa binti Sahul. Entah mulainya dari mana, tiba-tiba Averose bin Saeful menyampaikan bahwa "Allah itu Maha Sombong". Sontak kedua audien itu protes.

"Kok, Allah sombong, sih!" protes Sheva bin Saeful.
"Iya, kok Allah dibilang sombong. Allah kan Tuhan kita," Nawa binti Sahul juga ikut tidak mau terima.

Kedua anak itu pun akhirnya mengadu kepada Mama Nawa. Ya, mereka masih anak-anak. Averose kelas 3 SD, Sheva kelas 2 SD, dan Nawa baru mau masuk kelas 1 SD.

Mendengar aduan kedua bocah tersebut, mama Nawa menjelaskan kepada ketiga bocah yang ribut tersebut. Mama Nawa bilang bahwa Allah memang Tuhan kita. Dialah yang menciptakan seluruh alam ini. Karena itu, Allah boleh sombong dan memang hanya Allah yang sebenarnya boleh Sombong. Sedangkan manusia adalah ciptaan Allah, karena itu tidak boleh sombong.

"Jadi, benar yang dibilang Averose. Allah itu Maha Sombong," tegas Mama Nawa.

Mendengar penjelasan tersebut, kedua anak itu bisa memaklumi. Entah karena mereka memahami penjelasan mama Nawa atau karena yang berbicara adalah orang dewasa. Yang jelas, ketiga anak tersebut tidak ribut lagi.

Pada hari yang berbeda, Nawa kembali mengadu. Kali ini dia sendirian. Topiknya hampir mirip. Dia bilang, setengah menggugat, "Masak Tuhan di atas, ma?" mendengar gugatan tersebut kami memberikan penjelasan bahwa Tuhan itu bukan hanya di atas, atau hanya di bawah. Tuhan itu sangat besar, sehingga seluruh alam ini dipenuhi oleh Tuhan yang satu.

Lalu, kami mengambil handphone untuk memperjelas gambaran kebesaran Tuhan. Kami mengumpamakan bahwa HP ini adalah seluruh alam: angka 1 umpama matahari, angka 2 umpama bumi, dst. Nah, di mana Allah berada? Jawabannya, Allah ada di seluruh HP itu. Tidak terpisah-pisah, tapi tunggal.

"Karena Allah itu sangat besar, ke mana pun Nawa bersembunyi, Allah pasti tahu. Karena di mana pun ada Allah. Nawa ngomong apa pun, Allah pasti dengar, karena Allah ada di situ. Bahkan Allah tahu apa yang Nawa rasakan dan bayangkan, walaupun Nawa tidak ucapkan, karena di situ juga ada Allah. Jadi walaupun Nawa berbohong, Allah pasti tahu," jelas kami.

Nawa tampak menyimak secara seksama. Entah apakah dia benar-benar paham atau tidak sama sekali. Namun, ketika kami menguji dengan pertanyaan, "Kenapa kita tidak boleh bohong?" dia menjawab, "Karena Allah pasti tahu."
***
Kedua cerita di atas adalah berdasarkan peristiwa faktual, bukan fiktif. Dari kedua peristiwa tersebut menunjukkan bahwa isu teologis merupakan salah satu isu penting dalam dunia anak. Penjelasan-penjelasan atas gugatan anak-anak di atas menunjukkan bahwa anak perlu jawaban yang jelas. Bukan malah diabaikan atau disepelekan. Sebab, penjelasan teologis ini sangat terkait dengan etika.

Tidak ada komentar