Maling dan Variannya
Ada banyak kisah tentang maling. Nggak tahu apakah Malin Kundang juga masuk dalam kategori ini. Namun berdasarkan berbagai cerita yang pernah saya dengar, saya menyimpulkan ada banyak variasi maling terkait dengan motifnya. Yang jelas, istilah maling yang dimaksud di sini adalah (seseorang atau rombongan yang) mengambil sesuatu yang bukan miliknya secara sembunyi-sembunyi/diam-diam/ dengan pertimbangan diketahui orang lain.
Pertama, maling karena terpaksa. Sebagaimana istilah terpaksa, orang menjadi maling karena dia tidak punya cara lain kecuali harus maling. Tentu saja varian terpaksa itu ada juga. Terpaksa bisa datang dari dirinya sendiri dan bisa datang dari luar dirinya sendiri. Terpaksa dari dirinya sendiri juga ada jenis yang murni dan tidak murni. Terpaksa murni dari dirinya sendiri karena untuk memenuhi kebutuhan dasar dia sendiri, seperti haus dan lapar. Sedangkan yang tidak murni karena dia memikirkan orang lain, seperti keluarga, teman, atau orang-orang yang dianggapnya sangat membutuhkan bantuan. Selain itu ada orang maling karena dipaksa oleh orang lain atau kondisi lain. Sebenarnya dia tidak ingin dan tidak butuh untuk maling. Namun karena dia terancam maka dia terpaksa melakukan maling. Nah, maling jenis ini hanya sekali melakukannya ketika kebutuhannya sudah terpenuhi.
Kedua, maling sebagai profesi. Untuk menjadi maling profesional memang ada banyak alasan. Bisa jadi karena sudah terbiasa mengalami situasi keterpaksaan sebagai maling, dia melihat kemampuan kemalingannya yang tidak pernah ketahuan dengan potensi barang yang dimaling yang melimpah. Daripada dia tidak dipercaya orang lain sebagai pegawai atau pekerja dengan bayaran yang memenuhi kebutuhannya, maling lebih menjanjikan. Masalahnya, apakah ini menjadi maling subsistensi atau maling komersial, yakni sekadar memenuhi kebutuhannya sendiri atau sudah demi memenuhi keinginannya? Jika sudah masuk kategori maling komersial, tentu akan berakibat pada gaya hidup.
Ketiga, maling karena "penyakit" atau hobi. Lucu memang. Tapi ada temuan yang namanya kleptomania. Entah datang dari mana penyakit atau hobi ini. Bisa jadi problem pola asuh ketika masih kecil atau lingkungannya. Ketika seorang anak tidak diajari tentang konsep kepemilikan, di mana setiap atau beberapa orang punya hak untuk memiliki sesuatu yang tidak bisa diganggu orang lain, dia bisa menganggap bahwa semua barang bisa diambil untuk dimilikinya sendiri. Tetapi tentu tidak hanya itu. Biasanya hobi itu sangat berkaitan dengan rasa yang menyenangkan. Maka ketika dia berhasil mengambil milik orang lain tanpa ketahuan merupakan kebanggaan tersendiri. Sedangkan barang-barang yang telah diambilnya tidak terlalu manfaat bagi dirinya sendiri, atau sekadar ditaruh atau pajangan saja. Menariknya lagi, dia bangga dan memamerkan hasil malingnya.
Saya mungkin baru bisa mengelompokkan tiga saja. Namun bukan berarti varian maling cuma itu. Bisa jadi ketika dikaitkan dengan jenis kelamin dan usia maling, variannya akan tampak lebih jelas lagi. Apakah korupsi juga bagian dari maling? Saya kira ini perlu dipertimbangkan secara lebih jauh lagi. Jika dikaitkan dengan motif-motif bisa jadi masuk. Namun dari aspek modus, mungkin cukup berbeda. Oleh karena itu, bisa jadi dilihat berdasarkan modusnya, variasi maling bisa berbeda-beda lagi. Misal maling berencana dan maling aksidental.
Selain itu, saya tidak tahu bagaimana hukum positif melihat maling dengan beragam variannya tersebut. Jangan-jangan semua ini dilihat sebagai gejala yang sama, sehingga maling-maling itu ditangani dengan cara sama juga. Jika memang dianggap sama, tentu ini sangat tidak adil. Meski demikian, saya pernah juga mendengar kisah seorang hakim yang melepaskan atau menvonis bebas terhadap jenis "maling terpaksa murni". Tentu di sini madzhab yang dianut hakim juga menentukan putusannya. Misal, ada seorang nenek yang tetap divonis salah dengan hukuman denda, tetapi dia menyumbangkan uangnya untuk mengganti beban si nenek tersebut.
Pertama, maling karena terpaksa. Sebagaimana istilah terpaksa, orang menjadi maling karena dia tidak punya cara lain kecuali harus maling. Tentu saja varian terpaksa itu ada juga. Terpaksa bisa datang dari dirinya sendiri dan bisa datang dari luar dirinya sendiri. Terpaksa dari dirinya sendiri juga ada jenis yang murni dan tidak murni. Terpaksa murni dari dirinya sendiri karena untuk memenuhi kebutuhan dasar dia sendiri, seperti haus dan lapar. Sedangkan yang tidak murni karena dia memikirkan orang lain, seperti keluarga, teman, atau orang-orang yang dianggapnya sangat membutuhkan bantuan. Selain itu ada orang maling karena dipaksa oleh orang lain atau kondisi lain. Sebenarnya dia tidak ingin dan tidak butuh untuk maling. Namun karena dia terancam maka dia terpaksa melakukan maling. Nah, maling jenis ini hanya sekali melakukannya ketika kebutuhannya sudah terpenuhi.
Kedua, maling sebagai profesi. Untuk menjadi maling profesional memang ada banyak alasan. Bisa jadi karena sudah terbiasa mengalami situasi keterpaksaan sebagai maling, dia melihat kemampuan kemalingannya yang tidak pernah ketahuan dengan potensi barang yang dimaling yang melimpah. Daripada dia tidak dipercaya orang lain sebagai pegawai atau pekerja dengan bayaran yang memenuhi kebutuhannya, maling lebih menjanjikan. Masalahnya, apakah ini menjadi maling subsistensi atau maling komersial, yakni sekadar memenuhi kebutuhannya sendiri atau sudah demi memenuhi keinginannya? Jika sudah masuk kategori maling komersial, tentu akan berakibat pada gaya hidup.
Ketiga, maling karena "penyakit" atau hobi. Lucu memang. Tapi ada temuan yang namanya kleptomania. Entah datang dari mana penyakit atau hobi ini. Bisa jadi problem pola asuh ketika masih kecil atau lingkungannya. Ketika seorang anak tidak diajari tentang konsep kepemilikan, di mana setiap atau beberapa orang punya hak untuk memiliki sesuatu yang tidak bisa diganggu orang lain, dia bisa menganggap bahwa semua barang bisa diambil untuk dimilikinya sendiri. Tetapi tentu tidak hanya itu. Biasanya hobi itu sangat berkaitan dengan rasa yang menyenangkan. Maka ketika dia berhasil mengambil milik orang lain tanpa ketahuan merupakan kebanggaan tersendiri. Sedangkan barang-barang yang telah diambilnya tidak terlalu manfaat bagi dirinya sendiri, atau sekadar ditaruh atau pajangan saja. Menariknya lagi, dia bangga dan memamerkan hasil malingnya.
Saya mungkin baru bisa mengelompokkan tiga saja. Namun bukan berarti varian maling cuma itu. Bisa jadi ketika dikaitkan dengan jenis kelamin dan usia maling, variannya akan tampak lebih jelas lagi. Apakah korupsi juga bagian dari maling? Saya kira ini perlu dipertimbangkan secara lebih jauh lagi. Jika dikaitkan dengan motif-motif bisa jadi masuk. Namun dari aspek modus, mungkin cukup berbeda. Oleh karena itu, bisa jadi dilihat berdasarkan modusnya, variasi maling bisa berbeda-beda lagi. Misal maling berencana dan maling aksidental.
Selain itu, saya tidak tahu bagaimana hukum positif melihat maling dengan beragam variannya tersebut. Jangan-jangan semua ini dilihat sebagai gejala yang sama, sehingga maling-maling itu ditangani dengan cara sama juga. Jika memang dianggap sama, tentu ini sangat tidak adil. Meski demikian, saya pernah juga mendengar kisah seorang hakim yang melepaskan atau menvonis bebas terhadap jenis "maling terpaksa murni". Tentu di sini madzhab yang dianut hakim juga menentukan putusannya. Misal, ada seorang nenek yang tetap divonis salah dengan hukuman denda, tetapi dia menyumbangkan uangnya untuk mengganti beban si nenek tersebut.
Terimakasih informasinya gan. Sukses selalu
BalasHapus