Merencanakan Korupsi
Siang itu sekelompok orang sedang duduk-duduk di sebuah
kafe. Mereka tampak serius berbincang, diselingi ketawa-ketawa. Entah mereka
berbagi kesenangan atau kebahagiaan, yang jelas mereka tampak senang dan
bahagia. Rupanya, mereka sepertinya mengobrolkan sebuah rencana besar, yaitu
korupsi.
Ah, ngeri sekali rupanya. Mereka merencanakan sebuah tindakan
yang disebut-sebut sangat jahat. Namun apakah kejahatan korupsi yang terdengar
mewah dan sekaligus dianggap sangat menjijikkan itu dibahas begitu santai,
tampaknya mereka berbohong tentang rencana kejahatan itu. Tapi, Bisa jadi juga sih.
Toh, mereka yang tertangkap itu tampak senyum-senyum. Berbeda dengan maling
yang tampak tertunduk malu dan ketakutan.
Jangan-jangan, saya yang salah paham tentang korupsi atau
korupsi memang tidak seseram yang dibicarakan orang, atau jangan-jangan orang
yang membuat kesan seram korupsi itu saja yang tidak tahu tentang korupsi itu
seperti apa. Korupsi memang kesannya mengambil uang di bank, sambil
mukul-mukuli orang lain. Kalau seperti itu gambarannya namanya rampok. Kalau mengambil
uang di laci kantor sambil diam-diam, namanya maling. Ah, jangan-jangan korupsi
itu seperti perdagangan. Ya, perdagangan. Di sana ada transaksi, tawar menawar,
tanda tangan kontrak, senyam-senyum, dan sebagainya. Kalau memang begitu,
korupsi itu asyik kayaknya.
Kalau menyimak obrolan di kafe itu, mereka tampaknya
bagi-bagi keuntungan dagang. Mereka tampak mengatur dengan dengan tenang dan
tegas.
“Nanti pintu pertama kita kasih 8 persen, terus pintu kedua
5 persen, kalau sudah selesai 16 persen...”
“Kalau ibu yang gendut itu dikasih apa?”
“Biar dia nanti dikasih permen satu kontainer saja”
“hahaha”
Saya jadi ingat sebuah ungkapan, jual beli itu seperti riba.
Saya kira, jual-beli itu juga seperti korupsi. Ada transaksi, ada keuntungan, ada
perjanjian, dan seterusnya. Sebagaimana jual-beli, korupsi itu juga diajarkan
kepada anak-anak kecil di rumah-rumah. Anak-anak dikasih uang jajan untuk membeli,
tentu saja, jajanan. Padahal setelah kasih anaknya uang jajanan, dia mengeluh “Kenapa
anakku jajan terus, ya?” atau dia marah-marah saat anaknya minta uang jajan
lagi. “Kamu itu jajan terus...!!!” Padahal jajan itu memang kesukaan anak-anak,
kenapa dia bingung sendiri, ya...
Mungkin seperti jajan, korupsi itu enak dan bikin ketagihan.
Dan merencanakan korupsi itu tampaknya mudah saja. Telepon-telepon, ngopi,
makan, transaksi, bagi-bagi. Selesai. Tapi karena korupsi itu seperti dagang,
tentu harus punya modal. Kalau tidak punya modal, mana bisa korupsi. Kalau tidak
bermodal namanya maling. Beda, doong..
Post a Comment