Perpindahan dan Perubahan Tanpa Henti
Perpindahan dan perubahan "manusia" terus terjadi. Si A pindah sekolah ke kampung atau kota atau bahkan negara lain. Si B pindah rumah seperti si A. Si C pindah tempat bekerja seperti si B. Si D ganti istri dari si Z. Si E ganti celana setiap hari. Si F membuang sampah ke kali. Si G bertambah usia. Begitu terus sepanjang waktu, sehingga perubahan dan perpindahan seakan telah menjadi hukum alam.
Meski telah baku sebagai mekanisme alami, perpindahan mempunyai karakteristik yang acak, tak pernah bisa benar-benar diprediksi. Banyak orang meramalkan atau berencana pindah ke Kota S agar dekat dengan A, tapi kemungkinannya bisa berubah, akibat ia bertemu dengan B di tengah jalan. Atau selama beberapa waktu sempat berkumpul dengan C, tapi akhirnya bertemu dengan D dan saling menikah, sehingga pindah ke tempat D. Tak ada yang benar-benar bisa bertahan dari perubahan. Ada yang bilang, "Sekali suatu keputusan diambil, keputusan itu akan mencari nasibnya sendiri, melaju ke depan, tanpa bisa kembali lagi."
Ruang dan waktu ketika bertemu selalu menghasilkan kisah-kisah yang unik. "Andai" "waktu itu" si C tidak pindah, dia tidak akan dilamar si D untuk menikah, sehingga "nasibnya" tidak seperti "sekarang". "Andai" si D pergi ke "warung" si C "saat petang", mungkin si D tewas terbunuh. Dan tentu masih banyak lagi varian dari perubahan dan perpindahan dari, setidaknya 3 miliar manusia atau separuh dari yang hidup di seluruh bumi ini.
Hubungan-hubungan yang kadang kesannya tidak masuk akal ini, diyakini masyarakat banyak sebagai aturan Tuhan, yang gaib dan ajaib. Karena itu, manusia harus berdoa terus menerus agar mendapatkan nasib yang baik. Namun bagi kalangan tertentu, relasi-relasi itu memang sudah menjadi karakter kehidupan, sehingga tidak ada hubungan sama sekali dengan doa yang terkabulkan. Manusia atau makhluk lainnya memang selalu merespon lingkungannya sesuai dengan karakternya masing-masing.
Bagaimana mungkin manusia bisa merespon situasi dan kondisi itu menjadi beragam? Walaupun secara fisik tampaknya berbeda, berkulit, bertulang, berdaging, dan berdarah, nyatanya penyakit kulit yang diidap manusia satu sama lain berbeda, darahnya juga berbeda, jumlah detak jantungnya juga tidak sama, belum lagi masalah mentalnya, perasaannya, dan cara berpikirnya. Setiap makanan yang dimakan pun bisa berbeda kandungannya akibat cara masaknya berbeda walaupun bahannya dan resepnya sama.
Sebagaimana wajah dan ukurannya, manusia tak pernah benar-benar sama jika dibandingkan. Sepersekian mili perbedaan ukuran tulang hidungnya membuat satu sama lain berbeda. Sepersekian derajat gradasi warna kulitnya bisa menghasilkan kesan yang berbeda. Kadang inilah yang mempengaruhi seseorang mengambil keputusan untuk berpindah ke lain hati. Belum lagi perpindahan itu diakibatkan oleh perasaan-perasaannya.
Begitu pula tulisan ini muncul, dari situasi duduk di kereta antara Manggarai-Depok, lalu duduk di ruang terbuka, dari tanpa merokok hingga bebas merokok, kata-katanya, idenya terus bergerak seenaknya sendiri. Bahkan saya sendiri juga heran, kenapa saya menulis tulisan yang Anda baca sekarang. Hahaha..
Meski telah baku sebagai mekanisme alami, perpindahan mempunyai karakteristik yang acak, tak pernah bisa benar-benar diprediksi. Banyak orang meramalkan atau berencana pindah ke Kota S agar dekat dengan A, tapi kemungkinannya bisa berubah, akibat ia bertemu dengan B di tengah jalan. Atau selama beberapa waktu sempat berkumpul dengan C, tapi akhirnya bertemu dengan D dan saling menikah, sehingga pindah ke tempat D. Tak ada yang benar-benar bisa bertahan dari perubahan. Ada yang bilang, "Sekali suatu keputusan diambil, keputusan itu akan mencari nasibnya sendiri, melaju ke depan, tanpa bisa kembali lagi."
Ruang dan waktu ketika bertemu selalu menghasilkan kisah-kisah yang unik. "Andai" "waktu itu" si C tidak pindah, dia tidak akan dilamar si D untuk menikah, sehingga "nasibnya" tidak seperti "sekarang". "Andai" si D pergi ke "warung" si C "saat petang", mungkin si D tewas terbunuh. Dan tentu masih banyak lagi varian dari perubahan dan perpindahan dari, setidaknya 3 miliar manusia atau separuh dari yang hidup di seluruh bumi ini.
Hubungan-hubungan yang kadang kesannya tidak masuk akal ini, diyakini masyarakat banyak sebagai aturan Tuhan, yang gaib dan ajaib. Karena itu, manusia harus berdoa terus menerus agar mendapatkan nasib yang baik. Namun bagi kalangan tertentu, relasi-relasi itu memang sudah menjadi karakter kehidupan, sehingga tidak ada hubungan sama sekali dengan doa yang terkabulkan. Manusia atau makhluk lainnya memang selalu merespon lingkungannya sesuai dengan karakternya masing-masing.
Bagaimana mungkin manusia bisa merespon situasi dan kondisi itu menjadi beragam? Walaupun secara fisik tampaknya berbeda, berkulit, bertulang, berdaging, dan berdarah, nyatanya penyakit kulit yang diidap manusia satu sama lain berbeda, darahnya juga berbeda, jumlah detak jantungnya juga tidak sama, belum lagi masalah mentalnya, perasaannya, dan cara berpikirnya. Setiap makanan yang dimakan pun bisa berbeda kandungannya akibat cara masaknya berbeda walaupun bahannya dan resepnya sama.
Sebagaimana wajah dan ukurannya, manusia tak pernah benar-benar sama jika dibandingkan. Sepersekian mili perbedaan ukuran tulang hidungnya membuat satu sama lain berbeda. Sepersekian derajat gradasi warna kulitnya bisa menghasilkan kesan yang berbeda. Kadang inilah yang mempengaruhi seseorang mengambil keputusan untuk berpindah ke lain hati. Belum lagi perpindahan itu diakibatkan oleh perasaan-perasaannya.
Begitu pula tulisan ini muncul, dari situasi duduk di kereta antara Manggarai-Depok, lalu duduk di ruang terbuka, dari tanpa merokok hingga bebas merokok, kata-katanya, idenya terus bergerak seenaknya sendiri. Bahkan saya sendiri juga heran, kenapa saya menulis tulisan yang Anda baca sekarang. Hahaha..
Post a Comment