Salah Tangkap adalah Kejahatan
Salah tangkap, menurut saya, merupakan tragedi kemanusiaan paling kurang ajar, yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Tindakan ini bukan saja kecerobohan dan kebodohan, tetapi dalam tingkat tertentu sudah menjadi bagian dari sebuah "kejahatan" tersendiri.
Peristiwa salah tangkap paling legendaris di negeri ini adalah kasus Sengkon dan Karta. Meski sudah memiliki sejarah kelam atas kasus tersebut, tetapi perbuatan salah tangkap yang dilakukan oleh aparat pemerintahan ini masih saja terjadi.
Usulan tentang perubahan ganti rugi dari maksimal Rp 1 juta dengan puluhan atau miliaran seperti di Amerika Serikat, sebenarnya masih belum memberikan rasa keadilan. Hilangnya sebagian hidup korban salah tangkap dari kehidupan normal bukan saja hilangnya kebutuhan matrial seseorang, tetapi ada aspek-aspek sosial budaya yang tidak bisa digantikan dengan sekadar uang.
Salah tangkap adalah perbuatan kejahatan yang dijalankan secara terencana dan sistematis oleh seperangkat sistem penegakan hukum. Polisi bukan sosok manusia bodoh yang dibayar oleh negara dengan uang pajak rakyat, tetapi mereka adalah sekumpulan manusia yang dilatih dan dididik secara khusus untuk menangani persoalan keamanan dan ketertiban sosial. Kepolisian sebagai institusi bukanlah tempat kerumunan bandit-bandit yang biasa berbuat liar tanpa aturan, tetapi dalam kepolisian terdapat standar, aturan, mekanisme, kode-etik, dan seperangkat peraturan lainnya. Jika polisi dan kepolisian ini melakukan tindakan salah tangkap, hingga korban salah tangkap tersebut mengalami proses persidangan dan bahkan divonis dengan hukuman tertentu, seperti yang dialami Sengkon dan Karta, apakah bisa cukup diganti dengan sejumlah uang? Bagi saya, tidak.
Jika dalam terma agama ada ungkapan, fitnah lebih kejam daripada pembunuhan, maka kejadian salah tangkap adalah perbuatan yang lebih kejam daripada fitnah. Bila hukuman bagi pembunuh berencana bisa mencapai hukuman mati, saya kira, tuntutan bagi para pihak yang melakukan salah tangkap juga layak dihukum seperti para pembunuh berencana. Tentu saja hal ini harus sebanding dengan tingkat kerugian material dan immatrial yang dialami oleh korban salah tangkap.
Kenapa para pelaku salah tangkap juga harus mendapat hukuman? Tentu saja hal ini untuk mendorong sikap adil dan kehati-hatian bagi para penegak hukum dalam menangani perkara. Sebab, tidak sedikit kasus salah tangkap ini juga dijadikan sebagai alat kekuasaan penegak hukum dalam melakukan "kejahatan" akibat tekanan kekuasaan yang lebih tinggi.
Peristiwa salah tangkap paling legendaris di negeri ini adalah kasus Sengkon dan Karta. Meski sudah memiliki sejarah kelam atas kasus tersebut, tetapi perbuatan salah tangkap yang dilakukan oleh aparat pemerintahan ini masih saja terjadi.
Usulan tentang perubahan ganti rugi dari maksimal Rp 1 juta dengan puluhan atau miliaran seperti di Amerika Serikat, sebenarnya masih belum memberikan rasa keadilan. Hilangnya sebagian hidup korban salah tangkap dari kehidupan normal bukan saja hilangnya kebutuhan matrial seseorang, tetapi ada aspek-aspek sosial budaya yang tidak bisa digantikan dengan sekadar uang.
Salah tangkap adalah perbuatan kejahatan yang dijalankan secara terencana dan sistematis oleh seperangkat sistem penegakan hukum. Polisi bukan sosok manusia bodoh yang dibayar oleh negara dengan uang pajak rakyat, tetapi mereka adalah sekumpulan manusia yang dilatih dan dididik secara khusus untuk menangani persoalan keamanan dan ketertiban sosial. Kepolisian sebagai institusi bukanlah tempat kerumunan bandit-bandit yang biasa berbuat liar tanpa aturan, tetapi dalam kepolisian terdapat standar, aturan, mekanisme, kode-etik, dan seperangkat peraturan lainnya. Jika polisi dan kepolisian ini melakukan tindakan salah tangkap, hingga korban salah tangkap tersebut mengalami proses persidangan dan bahkan divonis dengan hukuman tertentu, seperti yang dialami Sengkon dan Karta, apakah bisa cukup diganti dengan sejumlah uang? Bagi saya, tidak.
Jika dalam terma agama ada ungkapan, fitnah lebih kejam daripada pembunuhan, maka kejadian salah tangkap adalah perbuatan yang lebih kejam daripada fitnah. Bila hukuman bagi pembunuh berencana bisa mencapai hukuman mati, saya kira, tuntutan bagi para pihak yang melakukan salah tangkap juga layak dihukum seperti para pembunuh berencana. Tentu saja hal ini harus sebanding dengan tingkat kerugian material dan immatrial yang dialami oleh korban salah tangkap.
Kenapa para pelaku salah tangkap juga harus mendapat hukuman? Tentu saja hal ini untuk mendorong sikap adil dan kehati-hatian bagi para penegak hukum dalam menangani perkara. Sebab, tidak sedikit kasus salah tangkap ini juga dijadikan sebagai alat kekuasaan penegak hukum dalam melakukan "kejahatan" akibat tekanan kekuasaan yang lebih tinggi.
Post a Comment