Di Antara Tanda-Tanda Datangnya Ramadhan

Kereta listrik (Komuter len) menuju Tanah Abang memang selalu ramai penumpang, terutama jam pulang-pergi kerja. Tapi bandingkan tingkat keramaian penumpang di bulan-bulan menjelang Ramadhan dan Syawal dengan bulan lain lainnya, pasti jauh berbeda. Walaupun saya tidak pernah menghitung jumlah kartu penumpang kereta, tapi kepadatannya saja sudah terasa.

Berdasarkan pengalaman naik kereta menuju Tanah Abang selama kurang lebih tiga tahun, bahkan tahun kedua, saya sudah bisa menyimpulkan bahwa di antara tanda-tanda akan datangnya Bulan Suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri adalah jumlah perempuan yang belanja pakaian di Pasar Tanah Abang meningkat tajam. Kebanyakan mereka datang berombongan, setidaknya berdua. Siang hingga menjelang sore hari di stasiun Tanah Abang banyak antrean pembeli tiket kereta. Para pengantre cenderung kurang teratur, suka menyerobot. Begitu juga di gate keluar dan masuk stasiun Tanah Abang, banyak Ibu-ibu, tante-tante, dan neng-neng suka menyerobot antrean.

Ketika di dalam kereta, barang-barang belanjaan kaum perempuan itu tampak besar-besar terbungkus tas plastik mau tas kain. Mereka menyeret barang gembolan-gembolan itu dari pasar hingga stasiun dan dalam kereta. Mereka menaruh bungkusan besar-besar itu di lantai, bahkan kadang-kadang mereka pakai sebagai pengganti kursi. Mending jika kereta sedang kosong, kalau pas penuh seperti mulai pukul 15-an hingga 17-an, barang-barang itu sangat mengganggu kenyamanan penumpang. Apalagi, rel kereta sudah mulai ambles, miring ke kanan atau miring ke kiri, serta masinis yang kurang halus ketika mulai menjalankan dan hendak berhenti. Barang-barang di bawah itu kadang membuat orang-orang yang berdiri berdesakan mudah terjatuh.

Kenapa masih menjelang Ramadhan Ibu-ibu sudah ramai menyerang Pasar Tanah Abang? Ada banyak alasan tentunya, antara lain: mereka belanja lebih awal karena barangnya akan dijual lagi; mereka juga berharap mendapatkan dan/atau memborong model-model terbaru; mereka juga berharap mendapatkan harga yang murah; dan mereka juga berharap tidak terlalu padat pembeli saat memilih.

Tentu, tanda-tanda datangnya Ramadhan dan Idul Fitri ala Tanah Abang ini tidak pantas untuk dilihat dengan kacamata para ustadz(ah) yang melulu pada persoalan ukhrawi. Situasi dan kondisi ini akan lebih menarik jika dilihat dengan kacamata ekonomi dan budaya. Sebab, transaksi konsumsi di Tanah Abang mengalami lonjakan luar biasa.

Ramadhan dan Idul Fitri adalah bulan penuh belanja konsumsi. Inflasi ekonomi nasional juga mengalami kenaikan signifikan. Orang-orang yang tidak biasa belanja pakaian, di bulan ini mereka seakan terwajibkan. Bahkan ada sebuah ungkapan “Laisal ‘id liman labisal jadid Walakinnal ‘id liman imaanuhu yazid” ‘Id itu bukanlah untuk mereka yang bajunya baru, akan tetapi ‘id itu adalah bagi mereka yang imannya bertambah. Ungkapan ini menunjukkan bahwa berpakaian baru merupakan tradisi dalam hari raya idul fitri. Saya sendiri, dibelikan Emak saya pakaian baru ya, di bulan Ramadhan. Bulan lainnya, wah, beraaat.

Tidak ada komentar