Guru dan Teman-teman Sekolah Dasar di Al-Asyhar

Saya tidak pernah ingat kapan pertama kali masuk Taman Kanak-Kanak Muslimat (TKM) Al-Asyhar. Saya hanya ingat tiba-tiba sudah setiap hari sekolah diajar oleh Bu Wasiaturrosyidah (Bu Siah) dan Bu Habibah. Aku hanya ingat beberapa kali ikut berbaris ketika mau masuk kelas, belajar sambil bernyanyi, dan dua kali pindah ruang kelas. Teman-teman kelasku yang masih aku ingat antara lain: Andik, Ubaidillah, Nur Syamsi, Khoirul Wafa, Elly Shobihah, Indra, Mujiburrohman, si kembar Rohman-Rohim, dan entah siapa lagi.

Beberapa teman yang paling berkesan saat TK antara lain: Andik, karena dia tetanggaku. Ubaidillah, karena saya sempat ikut pulang ke rumahnya. Nur Syamsi, karena dia ngompol di kelas. Elly, karena kakinya digip. Mujib, karena sering duduk berdampingan serta suka mencubit. Rohman-Rohim karena kembar.

Hanya sampai kelas B atau 2 tahun saya sekolah TK, kemudian pada 1981 Bapak memindahkan saya di Madrasah Ibtida'iyah (MI) Al-Asyhar. Seingatku, ketika masuk kelas 1 pelajaran sudah berjalan. Entah sudah berapa hari atau minggu. Yang jelas aku merasa sudah ketinggalan. Pelajaran yang aku ingat juga hanya: praktik shalat dan tahaji. Ketika pelajaran praktik shalat, kami semua berdiri di depan kelas dan membaca keras-keras. Pada waktu praktik inilah yang paling saya ingat bahwa saya ketinggalan pelajaran.

Dua peristiwa lain yang paling saya ingat ketika kelas 1 adalah: pertama, saya telat bangun dan telat masuk. Saya menangis tidak mau masuk kelas karena telat. Dan kedua, saya mengambil penghapus pensil milik Adhim. Waktu itu Adhim duduk di belakangku. Saya lihat penghapusnya cukup menarik, terdapat semacam penyapunya. Ketika penghapus itu jatuh, aku langsung menyembunyikannya. Tapi akhirnya ketahuan juga. Hehehe..

Sepanjang 6 tahun sekolah di MI tentu banyak cerita-cerita yang menarik di sekolah. Di antara cerita-cerita berkesan saat MI adalah: terkait guru, ada banyak guru yang mengajar saya di MI, di antaranya Emak dan kakak saya sendiri. Diajar oleh Emak dan kakak sendiri di kelas memang kadang tidak nyaman. Meski demikian, Emak dan kakak tidak pernah menyinggung soal pelajaran sekolah dalam rumah. Saya sempat malu juga waktu kelas 5, pelajaran Fiqh yang diajar Emak nilainya jeblok.

Saya juga pernah bikin guru Bahasa Daerah, Pak Masyhuri ngambek. Gara-garanya kami dikasih pertanyaan tulisan Jawa yang tidak kami pahami. Ketika beliau menyebut jawabannya adalah "Darnyoto", spontan saya bersama teman-teman nyeltuk keras-keras, "O... DARNYO...TO...!!!" gara-gara kejadian itu Pak Huri marah, dan akhirnya minggu depannya tidak masuk. Akhirnya kami mengunjungi rumah beliau dan meminta maaf bersama.

Ketika kelas 3 ada guru yang menyuruh belajar kelompok. Waktu itu ada 2 teman saya yang sekelompok, yaitu: Khoifin dan Hamim. Kami berkumpul di rumah Khoifin setiap malam. Hingga akhirnya, saya diminta Pak H. Zainul, ayah Khoifin untuk tinggal saja di rumahnya. Beliau bilang bahwa kami masih keluarga. Saya menurut saja. Saya menginap di rumah itu bersama Khoifin. Namun, lama-lama Emak merasa tidak enak. Emak melarang saya tinggal di rumah orang kaya itu. Hingga suatu ketika saya bermain melintasi belakang rumah pak H. Zainul, saya dipanggil dan ditanya.
"Kenapa kamu tidak ke sini lagi?"
"Dilarang Emak," jawab saya lugu.

Tak tahunya, Emak juga tanya oleh pak H. Zainul. Karena itu, Emak menegurku, kenapa saya bilang dilarang emak. Sejak itu saya kembali bergabung dengan keluarga teman saya tersebut. Namun, karena saya sering "dipacok-pacok" (digoda dipasangkan) dengan seorang perempuan sekelas, saya kabur dari rumah itu. Saya merasa sangat malu dan marah akibat "bullying" jenis itu. Saya memang sensitif. Saya pulang waktu banjir besar melanda desa kami.

Ketika kelas 5, tiba-tiba muncul rencana saya mau dipindah ke Pondok Pesantren Tarbiyatut Thalabah, Kranji. Entah rencana itu muncul dari mana. Mungkin dari kakak ketigaku yang saat itu memang sedang nyantri di sana. Namun, rencana itu tidak pernah terwujud.

Di antara teman-teman yang sangat berkesan selama MI karena keunikannya adalah: tentu Khoifin, yang pernah tinggal bersama di rumahnya. M. Thoyib, karena penyandang cacat, tidak memiliki dua kaki. Paidi, alias Ali Zubaidi, asal Kendal, kami pernah tinggal satu kamar di At-Thohiriyah. Midzhar, tetangga depan rumah. Hamim Syadad, teman sebangku. Fauziyah, agak tomboi rambutnya seperti cowok. Mamluatul Khoiriyah, tergemuk. Siti Sholihah, tergalak. Enik Thohiroh, pendatang baru asal Malang. Artiyah dan Siti Zulah, terkenal pintar dan ranking. Tentu yang tidak saya sebut juga memiliki kesan tersendiri, seperti Khoiri, Saifurrosyid, Nur Bani Yusuf, Amirul Jihad, Artianah, Sholichuddin (Soyek), dan lain-lain.

Sedang, guru-guru MI yang sangat berkesan bagiku antara lain: Mushlih, orangnya tinggi besar dan suaranya menggelegar. Khusnun, guru Nahwu Shorof. Ibu Kholishoh Amali, guru IPA dan Matematika. Aminin KAES, guru PSPB. Pak Aziz, gendut, guru IPS. Masyhuri, guru Bahasa Daerah. Roichan, guru Kesenian. Khoirul Huda, guru Keterampilan. Ibu Muthiah dan Ibu Dewi Nastari, guru Tahaji dan Pego. Emak Maimunah, guru Fiqh. Cak Achmad Muhadi, guru Bahasa Arab. Pak Fasih Arkan, guru Matematika dan IPA.

Begitulah sekilas pengalaman pendidikan dasarku. Tentu masih banyak kenangan yang luput dari ingatan sekilas sejak sekitar 35 tahun lebih yang lalu ini. Semoga para guru dan teman-temanku selalu diberi ilmu yang manfaat, amal baiknya diterima Allah SWT. Alfatihah....

Tidak ada komentar