Harus Tersedia Sumber Pembanding Dokumen Palsu
Di era digital printing seperti ini, pemalsuan dokumen bukanlah hal yang rumit. Jangankan dokumen berupa ijazah, transkrip nilai, atau surat keterangan kepolisian, KTP, SIM, dan Paspor saja bisa dibuat. Kalau baru sekarang persoalan ini diungkap, kemana saja selama ini?
Sekitar tahun 2003 saja saya sudah mengarang cerpen yang menggambarkan pembuatan ijazah palsu, apalagi era sekarang yang makin canggih ini. Orang sekarang tak perlu bergerak dari kamar tidurnya pun sudah bisa menghasilkan ijazah palsu. Apalagi bagi orang-orang yang mau keluar rumahnya.
Beginilah jadinya jika persyaratan-persyaratan administrasi masih mengandalkan hal-hal yang demikian, belum lagi pelayanan untuk mengurus berbagai persyaratan administrasi masih dipersulit. Saya jadi ingat blog www.pelanggar.wordpress.com, saya menggunakan tagline, "Di mana ada hukum di sana ada pelanggar." Semakin ketat suatu aturan, usaha untuk menyiasatinya juga makin kuat. Jika aturan yang ketat tersebut bisa disiasati secara mudah, maka manipulasi pasti akan dilakukan.
Dokumen-dokumen penting berbentuk kertas memang penting sebagai pegangan, tetapi bagaimana cara bisa memastikan bahwa dokumen itu asli atau palsu? Apalagi persyaratan itu sekadar fotocopy-nya. Misal, seandainya saya melamar menjadi PNS yang mensyaratkan fotocopy ijazah, apakah panitia penerimaan punya data sumber asli dari ijazah tersebut, sehingga verifikasinya jelas dan valid? Ketika saya melampirkan fotocopy KTP atau ijazah apakah perusahaan atau instansi penerima pegawai itu punya sandingan sumber data KTP atau Ijazah yang asli?
Dulu saya sempat melihat status kemahasiswaan saya melalui internet http://evaluasi.dikti.go.id. Tapi situs itu kini sudah tidak ada lagi. Kini situs itu telah berubah menjadi http://forlap.dikti.go.id. Sayangnya, di situs yang baru itu tidak selengkap data yang ditampilkan dalam situs evaluasi. Saya kok curiga, situs itu sengaja ditutup untuk memuluskan praktik pemalsuan ijazah. Dengan adanya situ itu, kita bisa mengetahui bahwa berapa sks yang sudah pernah kita ambil, dan bahkan kapan kita masuk, semester berapa, dan lulus kapan, serta apa judul skripsi, tesis, dan disertasinya. Ketika situ evaluasi tersebut sudah hilang, tidak ada lagi sumber valid yang bisa diakses oleh publik untuk meverifikasi status seseorang.
Pengertian ijazah palsu itu sendiri saya kira juga perlu dikembangkan lebih dari sekadar kepalsuan kertas ijazah itu sendiri. Ijazah bisa jadi asli sebagaimana dokumen yang tertulis di perguruan tinggi, tapi untuk memperoleh ijazah itu dilakukan dengan cara yang sesuai dengan mekanisme yang sebenarnya. Misal, saya mendaftar ke perguruan tinggi A. Di perguruan tinggi itu saya hanya perlu mengikuti perkuliahan 16 SKS. Setahun kemudian, saya bisa ujian skripsi yang dibikinkan orang lain dan saya dinyatakan lulus. Ketika saya mendapatkan ijazah, apakah ijazah saya asli atau palsu?
Saya kira ini bukan hanya ijazah palsu, tetapi juga dokumen-dokumen penting lainnya, seperti surat kesehatan dokter, surat keterangan kelakuan cakap, dan sebagainya, bahkan KTP dan kartu keluarga. Sepanjang surat-surat itu tidak ada pembanding dengan sumber data terpercaya, jangan harap pemalsuan dokumen bisa diberantas.
Sekitar tahun 2003 saja saya sudah mengarang cerpen yang menggambarkan pembuatan ijazah palsu, apalagi era sekarang yang makin canggih ini. Orang sekarang tak perlu bergerak dari kamar tidurnya pun sudah bisa menghasilkan ijazah palsu. Apalagi bagi orang-orang yang mau keluar rumahnya.
Beginilah jadinya jika persyaratan-persyaratan administrasi masih mengandalkan hal-hal yang demikian, belum lagi pelayanan untuk mengurus berbagai persyaratan administrasi masih dipersulit. Saya jadi ingat blog www.pelanggar.wordpress.com, saya menggunakan tagline, "Di mana ada hukum di sana ada pelanggar." Semakin ketat suatu aturan, usaha untuk menyiasatinya juga makin kuat. Jika aturan yang ketat tersebut bisa disiasati secara mudah, maka manipulasi pasti akan dilakukan.
Dokumen-dokumen penting berbentuk kertas memang penting sebagai pegangan, tetapi bagaimana cara bisa memastikan bahwa dokumen itu asli atau palsu? Apalagi persyaratan itu sekadar fotocopy-nya. Misal, seandainya saya melamar menjadi PNS yang mensyaratkan fotocopy ijazah, apakah panitia penerimaan punya data sumber asli dari ijazah tersebut, sehingga verifikasinya jelas dan valid? Ketika saya melampirkan fotocopy KTP atau ijazah apakah perusahaan atau instansi penerima pegawai itu punya sandingan sumber data KTP atau Ijazah yang asli?
Dulu saya sempat melihat status kemahasiswaan saya melalui internet http://evaluasi.dikti.go.id. Tapi situs itu kini sudah tidak ada lagi. Kini situs itu telah berubah menjadi http://forlap.dikti.go.id. Sayangnya, di situs yang baru itu tidak selengkap data yang ditampilkan dalam situs evaluasi. Saya kok curiga, situs itu sengaja ditutup untuk memuluskan praktik pemalsuan ijazah. Dengan adanya situ itu, kita bisa mengetahui bahwa berapa sks yang sudah pernah kita ambil, dan bahkan kapan kita masuk, semester berapa, dan lulus kapan, serta apa judul skripsi, tesis, dan disertasinya. Ketika situ evaluasi tersebut sudah hilang, tidak ada lagi sumber valid yang bisa diakses oleh publik untuk meverifikasi status seseorang.
Pengertian ijazah palsu itu sendiri saya kira juga perlu dikembangkan lebih dari sekadar kepalsuan kertas ijazah itu sendiri. Ijazah bisa jadi asli sebagaimana dokumen yang tertulis di perguruan tinggi, tapi untuk memperoleh ijazah itu dilakukan dengan cara yang sesuai dengan mekanisme yang sebenarnya. Misal, saya mendaftar ke perguruan tinggi A. Di perguruan tinggi itu saya hanya perlu mengikuti perkuliahan 16 SKS. Setahun kemudian, saya bisa ujian skripsi yang dibikinkan orang lain dan saya dinyatakan lulus. Ketika saya mendapatkan ijazah, apakah ijazah saya asli atau palsu?
Saya kira ini bukan hanya ijazah palsu, tetapi juga dokumen-dokumen penting lainnya, seperti surat kesehatan dokter, surat keterangan kelakuan cakap, dan sebagainya, bahkan KTP dan kartu keluarga. Sepanjang surat-surat itu tidak ada pembanding dengan sumber data terpercaya, jangan harap pemalsuan dokumen bisa diberantas.
Post a Comment