Segala Sampah

Andai sampah seluruh dunia dikumpulkan, mungkin bisa menyatukan seluruh kepulauan di Nusantara ini. Apalagi sampah yang dimaksud bukan hanya yang bersifat material seperti plastik, besi, kayu, dan sebagainya, tetapi juga sampah yang tidak kasat mata, seperti sampah informasi, pikiran, perasaan, dan omongan.

Dunia ini memang penuh sampah. Lihatlah status-status Saut Situmorang, misalnya, berita-berita yang dianggap tidak bermutu dilabeli sebagai sampah. Belum lagi kalau masuk ke kantor-kantor atau sekolah atau kampus. Para bos, guru, dan dosen tertentu akan sering menyumpahi hasil-hasil pekerjaan yang dianggap tidak bermutu dengan ungkapan keras dan tajam, "SAMPAH!!!"

Meski sampah merupakan sesuatu yang dibuang karena dianggap tidak bermanfaat, tetapi bagi pemulung dan pengepul sangat bermanfaat. Nyatanya ada orang-orang yang bergantung pada sampah. Mereka bahkan membeli sampah-sampah itu, lalu mengelolanya menjadi barang-barang baru lagi. Apakah barang daur ulang masih bisa disebut sampah? Tidak, sampah telah menjadi masa lalu, seperti habisnya kebaruan barang-barang yang baru diciptakan, dibeli, dan dipakai.

Beberapa orang telah membuka bank sampah, yang menampung sampah-sampah dari masyarakat. Sampah-sampah itu ditukar dengan uang atau jasa. Di beberapa kampung juga mengolah sampah organik menjadi gas, yang bisa dipergunakan untuk memasak. Apakah gas dari sampah organik tidak menyebabkan bau sampah pada masakannya? Tentu saja tidak.

Di beberapa desa, banyak terjadi pengumpulan para sampah masyarakat. Sampah-sampah itu dididik, diubah cara berpikirnya, mentalnya, dan tentu juga lingkungannya. Sampah-sampah masyarakat itu berubah menjadi produktif, dan menjadi bintang di desanya.

Begitu juga dengan sampah-sampah informasi. Bagi orang-orang tertentu dengan perspektif tertentu, sampah-sampah informasi diolah sebagai data menarik untuk mengungkap betapa sampah informasi di negeri begitu melimpah. Selain menambah beban direktori virtual, sampah-sampah itu juga menyesaki pikiran dan mengurangi memori masyarakat. Nyatanya, sampah-sampah dalam pikiran yang menyumbat memori atau ingatan publik dimanfaatkan juga untuk kepentingan pencitraan dan kekuasaan.

Sampah apapun memang bisa dimanfaatkan.

Tidak ada komentar