Mission Imposible: Jihad Membasmi Tikus

Tikus... Tikus...

Binatang pengerat satu ini, hmm, selalu saja bikin gemas. Setelah sekian lama lenyap, kini muncul lagi bersama keluarganya. Masalahnya bukan saja bikin jijik makanan yang telah diculiknya, tetapi juga bikin saluran air mampat.

Dulu para tetangga suka pakai jebakan tikus untuk menangkap atau membunuhnya. Namun, alat itu sudah tidak terlalu efektif. Satu kena, yang lain masih banyak. Karena itu, racun dan setrum listrik lebih banyak dipergunakan. Sebab, kedua cara itu banyak tikus yang bisa langsung terbunuh. Namun untuk jenis setrum listrik lebih banyak dipergunakan di sawah.

Dari berbagai rumah yang pernah saya tinggali, sepertinya memang pernah tidak berurusan dengan tikus ini. Mungkin karena bau makanan atau masakan di rumah saya enak-enak, kali ya? Waktu tinggal bersama Emak, tikus suka nyolong tepung, mie, dan lain sebagainya. Ketika sebulan sebelum acara pernikahan saya, Emak menyuruh saya beli racun tikus. Rupanya jenis racun yang dimaksud berbeda. Saya membawa pulang racun berbentuk seperti teh, yang dicampur dengan makanan. Esok harinya langsung 3 ekor tikus tewas di berbagai tempat sekaligus. Ada juga seekor tikus yang mati di sela-sela lubang kecil, hingga baunya semerbak busuk menyebar di rumah karena belum ketahuan tempatnya.

Beberapa hari kemudian, ketika saya ke Kota Gresik, saya mendapat racun tikus yang dimaksud Emak. Racun itu terbungkus rapih warnah putih dan ada birunya dan bentuknya kotak-kotak, sehingga bisa dipatah-patahkan sesuai kebutuhan. Namanya Racun Tikus Petrokum 0,005 BB. Al-hasil tikus yang mati di rumah saya waktu itu mencapai dua lusin lebih. Hiii.

Membasmi tikus dengan menggunakan racun itu lebih relaks, tidak merasa jijik atau wawas. Masalahnya, lihat tikusnya saja sudah jijik banget, apalagi membunuhnya secara langsung. Meski demikian, saya termasuk cukup sering memukul tikus hingga tewas.

Suatu ketika, saya bersama teman saya sedang duduk dan ngobrol di lantai depan kamar pondok. Seekor tikus sepertinya mau keluar dari lumbung beras teman-teman, tetapi dia tidak berani karena ada manusia. Eh, tanpa saya duga, tikus itu nekat, melompat di hadapan kami. Brek. Tangan saya kebetulan memegang sapu spontan memukulnya, dan kena. Tikus itu pun langsung nyungsep. Mulutnya berdarah, dan tak lama kemudian mati.

Pernah juga ada tikus di rumah kontrakan yang tiba-tiba kabur karena ada saya datang. Sayangnya, dia kabur ke dalam lemari dapur yang terbuat dari tembok dan pintunya aluminium. Begitu masuk, langsung saya tutup pintunya. Selama tiga hari-tiga malam bunyi tok-tok dari dalam lemari itu tiada henti. Akhirnya pada hari keempat, suaranya hilang sama sekali. Tak lama kemudian bau bangkai menyebar luar biasa. Ketika saya buka lemari dapur itu, rupanya tikus itu masuk tong sampah yang tutupnya posisinya cukup rapat dengan pintu. Makanya bunyi tok tok itu kemungkinan bunyi tutup tong sampah berbenturan dengan pintu. Kata Ambar, teman sekontrakan, "Wah, ini pembunuhan yang kejam."

Ketika tinggal bersama istri, rupanya tikus suka menguntit ketenangan kami. Keluar masuk tikus di rumah kontrakan yang banyak bolong, bikin gerah kami. Tapi kami bisa berkutik, sebab saat itu putri pertama masih dalam kandungan. Kami takut kualat. Sampai Nawa lahir, saya basmi tikus-tikus itu dengan racun. Alhamdulillah, bersih dan aman.

Ketika kami pindah kontrakan ketiga, karena setiap tahun kami pindah kontrakan, rupanya tak ada tikus pun yang masuk rumah itu. Kata Mas Adi, pemilik kontrakan, karena plafonnya terbuat dari asbes semua, sehingga tikus tidak mau masuk. Namun belum genap setahun kami pindah kontrakan lagi, dan tikus kembali beraksi. Pintu kontrakan ternyata bolong dilubangi tikus sebagai jalan keluar masuk. Namun cukup ditambal saja, tikus sudah tak bisa masuk lagi. Belum genap setahun juga, alhamdulillah kami telah membeli rumah sendiri, meski bekas dan sederhana. Rupanya, banyak celah yang bisa dilewati tikus. Haduh...

Pada awal-awal kami tinggal sih tidak ada yang masuk, karena kami belum masak. Ketika sudah mulai aktif masak, tikus masuk dari cela bawah pintu. Akhirnya saya semen bawah pintu itu hingga tak mungkin tikus masuk. Eh, tidak bisa dari bawah, dia masuk dari atas, naik jendela. Kain penghalang nyamuk berlubang. Marahlah kami. Kami buru tikus itu, kena terpukul oleh gagang sapu, sekaligus berkorban patah, tapi mati seketika. Dua kali kami berhasil memburu dan berujung kematian. Artinya dia tidak berhasil lolos dari rumah, karena pintu keluar masuknya memang sulit.

Setelah aman beberapa lama, tikus mulai beraksi lagi. Menggerogoti pipa westafel, hingga jebol. Bukan hanya merusak pipa westafel, dia juga bikin sarang di dalam pipa yang telah terpendam. Bah, aliran air tidak bergerak ke saluran air di luar. Banjirlah belakang rumah kami. Setelah diperbaiki, kami merasa tenang. Eh, tidak lama kemudian muncul lagi lewat loteng. Akhirnya kami basmi dengan racun. Bablas.

Setelah sekian lama bebas dari tikus, rupanya mereka bergerak lagi. Segala cara tampaknya dilakukan. Tembok-tembok yang berlubang kecil digerogotinya hingga bisa dilewati. Sementara kami tutup seadanya. Kami tidak berani memberantasnya, kecuali harus bersabar. Sebab, ada janin putri kedua. Dua minggu setelah lahiran, kami sudah mulai kasak-kusuk untuk membeli racun tikus. Kini, sudah 9 kotak-kotak kecil racun tikus Petrokum dihabiskan. Entahlah, ada berapa ekor... selama tiga hari berturut-turut saya sebar 3 kotak racun, dan tiap malam itu juga racun itu lenyap. Perkelontengan memang berangsur berkurang. Semoga malam ini sudah tak terlihat lagi ekor bergelantungan... Kalau masih, saya akan sebar lagi itu racun.. hingga kotak terakhir.. kalau perlu, beli lagi.. hingga ekor terakhir...

Tidak ada komentar