Konteks Kejahatan

Seseorang mengatakan kepadaku, "Lakukan segala cara untuk melawan kejahatan, walaupun cara yang kau lakukan adalah cara yang sangat jahat. Tapi ingat, hanya dalam rangka mengalahkan kejahatan."

Bapak dari orang yang mengatakan itu kepadaku adalah salah seorang yang pernah dijadikan obyek sayembara untuk dibunuh. Di tembok-tembok dan tempat-tempat lain tertulis, "Barang siapa yang bisa membunuh Kiai A dan Kiai B akan mendapatkan imbalan uang sekian.." Tidak ada yang tahu secara pasti bahwa pamflet-pamflet itu datang dari mana. Masyarakat hanya tahu bahwa pamflet sayembara itu dibuat dan diedarkan oleh tetangganya sendiri, yang menjabat sebagai pimpinan partai komunis indonesia tingkat kabupaten.

Dalam obrolan dengan seorang teman yang lain, aku dapat cerita tentang bapaknya. Menurut bapaknya,  dulu dia sering dibully habis-habisan oleh orang-orang yang dikenal sebagai pengikut partai komunis indonesia. Adapun bapak teman saya yang dibully itu berasal dari keluarga santri.

Saya memang tidak punya kisah yang bersumber dari anggota partai komunis indonesia, tetapi ayah mertuaku, yang juga anggota GP Ansor di tingkat desa, mendapatkan berkah menolong seorang guru yang juga pimpinan partai komunis indonesia di desanya. Ayah mertua membantu memberikan utangan uang tebusan agar dia bebas dari hukuman mati di kodim. Kebetulan orang yang ditolong ini memang orang baik, hubungan dengan tetangganya juga baik. Ketika orang itu bebas, dan kembali ke komunitasnya, dia juga diterima seperti semula. Namun, dia punya utang budi kepada ayah mertuaku. Mungkin karena itu, cucu mertuaku diberinama Budi.

Jadi ingat catatan Tania Li yang kurang lebih mengatakan bahwa Amerika Serikat adalah negara yang paling berkepentingan untuk menghabisi komunisme di asia dan di belahan dunia lainnya, termasuk indonesia. Tinggal bagaimana operasi intelijen menemukan dan menyulut potensi-potensi konflik yang ada sebagai alat untuk melakukan pembumihangusan komunisme di dunia.

Banyak juga yang mengomentari sejarah buram itu dengan ungkapan yang khas, "Biarlah itu pelajaran suram masa lalu, sebaiknya kita lebih menatap ke depan." Namun tidak sedikit juga yang tak henti-hentinya menuntut untuk dilaksanakan pengusutan demi keadilan.

Ketika ada teman mempertanyakan pendapat saya tentang kasus pembantaian setengah juta manusia itu, terus terang saya gagap. Mungkin saya hanya akan mengatakan seperti yang lain, "Sejarah itu harus menjadi pelajaran bagi masa depan kemanusiaan."

Banyak juga orang yang mengabaikan konteks yang terjadi saat itu. Suatu pagi, ketika berbincang bersama Gus Solah, beliau mengatakan, "Seandainya kamu hidup pada waktu itu, di lokasi itu, dan juga menjadi bagian kelompok tertentu,  mungkin kamu juga akan turut membantai."

Kalau saya membayangkan ketika saya mengalami kecelakaan motor, saya mungkin hanya bisa marah-marah atau meratapi  kejadian sial itu. Ketika saya melihat cctv atas kejadian itu beberapa saat setelah kejadian, mungkin saya akan berusaha mencari-cari kesalahan orang lain. Tetapi ketika saya menonton lagi cctv itu sambil minum bir, dikerubuti harim-harim cantik, mungkin saya akan tertawa terpingkal-pingkal.

Kadang berbuat jahat itu membanggakan. Tetapi bisa mengalahkan penjahat mungkin lebih membanggakan lagi.

Tidak ada komentar