Perenungan Seorang Gus Dur

Judul: Mata Penakluk  
No. ISBN: 9786027829244 
Penulis: Abdullah Wong 
Penerbit: Expose 
Tanggal terbit: Januari - 2015 
Jumlah Halaman: 301 

Membaca novel Mata Penakluk: Manakib Abdurrahman Wahid (MPMAW) karya Abdullah Wong seperti membaca sosok manusia yang dikenal sebagai Gus Dur. Saya teringat ungkapan Binhad Nurrohmat bahwa MPMAW adalah KH. Abdurrahman Wahid versi kultural. Berbeda dengan karya-karya lain mengenai Gus Dur, MPMAW menghadirkan sosok seorang Gus Dur yang benar-benar seorang manusia perenung, berpikir, dan bermain-main. Umumnya, kisah-kisah tentang Gus Dur terpisah satu sama lainnya, ada yang konsentrasi pada pemikiran, ada yang konsentrasi di main-mainny saja. Bahkan saya belum pernah memabaca tentang Gus Dur yang perenung, dan inilah kelebihan karya tentang Gus Dur yang bergenre novel ini.
Sebelum membaca langsung novel MPMAW ini, saya hanya mendengar komentar-komentar saja dari teman-teman. Misal, dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan di UIN tentang novel MPMAW, Makyun tampaknya agak sangsi dengan gaya bicara dari tokoh “aku”, yang bernama Gus Dur ini formal dan serius. Baginya, rasanya kok tidak mungkin Gus Dur, yang  dikenal dengan joke-jokenya, adalah orang yang formal dan serius seperti itu. Karena kebetulan saya pernah membaca transkrip obrolan-obrolan Gus Dur pada 1980-an, saya menyetujui bahwa pada dasarnya gaya bicara Gus Dur adalah formal dan serius.
Meski ada kesan bahwa Gus Dur sebagai tokoh dalam novel MPMAW ini perenung, formal, dan pemikir, tetapi ketika dia berbicara dengan orang-orang tertentu tiba-tiba menjadi sangat lucu. Sisi kontras ketika dia merenung, kemudian tiba-tiba merespon pihak luar dengan lucu ini tampaknya benar-benar merepresentasikan sosok Gus Dur yang terkenal luas itu.
Terus terang, walau menggunakan nama tokoh utama dalam MPMAW ini adalah Abdurrahman Addakhil atau Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, bahkan dalam ceritanya juga benar-benar merujuk kepada KH. Abdurrahman Wahid putra KH. Wahid Hasyim dan Ny. Hj. Sholichah, saya berusaha untuk tidak membacanya sebagai sosok beliau sebenarnya. Meski demikian, fakta-fakta yang dihadirkan dalam novel MPMAW ini benar-benar nyata terkait dengan riwayat hidup beliau. Bahkan fakta-fakta yang dihadirkan bukanlah fakta yang telah dikenal umum, namun nyata
Konon, Abdullah Wong dalam proses menulis novel MPMAW menggunakan pendekatan yang tidak umum. Wong menggunakan pendekatan spiritual untuk mendapatkan data-data dalam novel ini. Dengan pendekatan tersebut, dia berhasil mendapat sumber-sumber yang tidak terduga. Ini aneh, tetapi nyata.
Terlepas benar-tidaknya fakta yang dihadirkan dalam novel MPMAW, walaupun saya juga mengakui kebenaran data-data yang ada berdasarkan informasi yang pernah saya peroleh, novel MPMAW ini memberikan gambaran menarik tentang dunia batin seorang Gus Dur yang besar itu. Novel MPMAW ini menghadirkan kejujuran, kesederhanaan, dan juga kegelisahan seorang Gus Dur merespon lingkungannya. Kelebihan ini tidak lain karena yang berbicara atau narator dalam novel MPMAW ini adalah tokoh “aku”, dan “aku” di situ adalah Gus Dur. Tidak salah kalau Binhad Nurrohmat mengatakan bahwa novel MPMAW lebih humanis, lebih manusia, daripada sosok Gus Dur yang ditulis menggunakan pendekatan pihak ketiga, “dia”. Meski demikian, saya tetap ingin membaca tokoh dalam MPMAW ini bukanlah merujuk pada sosok Gus Dur yang pernah ada. Biarkan saja imajinasi saya atau para pembaca yang akan datang bisa belajar dari tokoh novel ini tanpa harus merujuk pada tokoh yang sebenarnya, tanpa ada sentimen-sentimen tertentu, baik atau buruknya.. 

2 komentar:

  1. I love you,,, Cak Lul.
    Hatimu itu lho,,,,bening!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebening hati mas Wong Dzolim, yang berhasil membaca relung hati Gus Dur..

      Hapus