Gerakan Mengaji di Indonesia

Hingga di penghujung Ramadan ini suara orang mengaji tak henti-henti mengalun di berbagai pejuru tempat. Masjid, langgar, dan rumah-rumah menjadi tempat orang mengaji. Bahkan di dalam kereta-kereta listrik Jabodetabek juga menjadi tempat mengaji. Ini menunjukkan betapa mengaji telah membudaya di negeri ini.

Beberapa waktu lalu Cak Imin mengagas gerakan nusantara mengaji, dengan cara mengadakan 300.000 khataman di seluruh wilayah Indonesia. Gerakan yang dikawal Ketua Ikatan Alumi PTIQ, Jazilul Fawaid ini berhasil mengajak jutaan orang mengaji secara serentak. Kemudian di bulan Ramadan menggerakkan 1000 khataman lagi di Depok. Walhasil, gerakan ini mendapatkan penghargaan rekor dunia dari MURI,  baik rekor nasional maupun internasional jumlah pembaca Alquran terbanyak dalam satu waktu, mengalahkan gerakan sebelumnya.

Sebelumnya ada pula gerakan mengaji satu hari satu juz, one Day on juz (odoj), yang digagas oleh Bhayu Subrata dan Pratama Widodo, yang berhasil mengajak ratusan ribu orang dan mendapatkan penghargaan rekor dunia dari MURI,  baik rekor nasional maupun internasional jumlah pembaca Alquran terbanyak dalam satu waktu.. Selain itu juga ada gerakan Magrib Mengaji, yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama pada masa Suryadharma Ali. Menurut informasi yang saya terima, gerakan Magrib Mengaji digagas oleh Ketua Ikatan Alumni PTIQ, Mujib Rohmat. Selain itu, Mujib Rohmat juga sempat menggagas Gerakan Jumat Mengaji untuk para pelajar di sekolah-sekolah Jakarta, sayangnya gerakan ini tidak jadi terwujud karena pergantian Gubernur Fauzi Bowo ke Joko Widodo.

Pencanggihan gerakan mengaji, seperti yang dikembangkan Odoj, tampaknya juga mudah menular. Banyak juga grup-grup Blackberry atau Whatsapp yang menyelenggarakan khataman Alquran, seperti grup Khataman Bani Musthofa yang saya ikuti. Dua hari sekali grup ini mengkhatamkan Alquran. Saya menduga, ada banyak grup media sosial yang menyelenggarakan gerakan mengaji semacam ini. Karena ada salah satu anggota grup yang saya ikuti, ternyata juga sedang mengikuti tiga grup khataman. 

Perlu dicatat juga, bahwa tradisi khataman Alquran di Indonesia, khususnya masyarakat Jawa Timur dan Jawa Tengah, sudah terjadi sejak ratusan tahun yang lalu. Gerakan yang populer di Jawa Timur adalah Majelis Khataman Alquran JANTIKO MANTAB yang digagas oleh KH. Hamim Djazuli (Gus Miek), asal Ploso Kediri, pada 1983. Wujud simaan yang dibaca para penghafal Alquran ini pun menyebar ke berbagai daerah.

Jantiko Mantab sendiri bukanlah kelompok pertama yang menyelenggarakan tradisi khataman dalam bentuk simaan. Para santri dan alumni pondok pesantren tahfidz telah terbiasa menyelenggarakan kegiatan tersebut sejak dulu kala. Bahkan tradisi tadarusan mengkhatamkan Alquran sudah menjadi fenomena biasa di masjid-masjid dan mushalla di berbagai pejuru wilayah. Ini menunjukkan bahwa gerakan mengaji di Indonesia bukanlah fenomena baru. Gerakan-gerakan terkini, tidak lain ada modifikasi atau pengembangan dari tradisi yang sudah bercokol lama di negeri ini.

Sungguh ini luar biasa. Di tengah kesibukan bangsa Indonesia, ternyata membaca Alquran bukanlah hal yang aneh. Meskipun banyak juga orang yang mempertanyakan, apakah mereka memahami isinya atau tidak, melaksanakan ajaran-ajaran yang ada di dalamnya atau tidak. Terlepas dari motif apapun atas gerakan mengaji di Indonesia ini, sebagai umat Islam saya mengapresiasi semua. Karena mengaji adalah ibadah. Urusan ini politis atau apa, itu urusan yang menerima amal perbuatan para makhluk, yaitu Allah SWT. Setidaknya, gerakan ini adalah upaya untuk membuat bangsa Indonesia sebagai sebaik-baik umat, umat yang mau belajar dan mengajarkan Alquran.

Saya yakin, di balik gerakan mengaji yang versi publik tersebut, sebenarnya ada juga gerakan mengaji yang tak kalah hebatnya. Di rumah-rumah, di langgar, di masjid, di sekolah, maupun di pesantren, gerakan mengaji ini luar biasa dahsyat. Yang paling mencolok adalah di bulan Ramadan seperti ini.

Tidak ada komentar