GLASNOST

dari pojok warung kopi



Paling tidak, ada kesamaan yang sangat prinsip antara kafe, lonte dan warung kopi. Yakni menunggu dengan setia dan membuka "pintu" lebar-lebar untuk setiap orang (yang kebanyakan lelaki) yang merasa sumpek dengan suasana rumah, atau merasa jenuh dengan permasalahan-permasalahan pekerjaan. Dikala para wanita di rumah sudah tak mampu lagi membuat rasa nyaman. Maka itulah bagian kami untuk menfasilitasi para lelaki.

Terus terang, dibanding keduanya. Warung kopilah yang paling aman dari dampak-dampak negatif, meskipun tidak bisa dibilang paling nyaman bagi mereka. Jadi, wahai para wanita!! Janganlah risau selagi lelakimu _sobo_ warung kopi. Kecuali bila kalian mencurigai saya punya _kelainan_. He he he. ..

Sebagian besar lelaki merasa lebih bebas mengekspresikan diri di luar dari pada di rumah (saya nggak tahu, apa para perempuan juga begitu??!), termasuk di warkop. Di rumah kadang mereka masih jaim terhadap keluarga. Lelaki yang kelihatan alim tidak jarang masih ikut bersuat-suit ketika melihat yang "bening-bening". Sebagian lagi ada yang tertutup pada keluarga terhadap segala permasalahan. Tapi justru sangat "obral" ketika curhat dengan teman cangkruknya.

Meskipun tidak semua, tapi sangat banyak yang mengekspresikan dirinya dengan apa adanya. Mereka seakan keluar dari persembunyian karakternya ketika di warkop. Mereka jujur dengan keadaannya. Terang-terangan, tanpa tedeng aling-aling, "telanjang" dan glasnost.

Hal inilah yang membuat saya tidak bisa membayangkan. Seandainya saja di Surabaya ini tak ada satupun warung kopi, mungkin banyak sekali orang stres hanya karena nggak ada tempat untuk melampiaskan emosi.

Pernah saya su'udzon pada seseorang yang sangat temperamental. Gampang marah ketika berinteraksi. Saya sudah gak sreg aja melihatnya. Eh, ternyata di balik itu jiwanya sangat _gak mentoloan._ Belakangan saya baru tahu. Ternyata ekspresi itu yang dia tidak bisa melakukan di rumah. Dan di sinilah pelampiasannya.

Pernah juga ada yang menarik perhatian saya. Seorang pelanggan yang cenderung selalu serius. Begitu juga ketika musim sepak bola dunia. Dia sangat serius ikut taruhan. Dan ndilalah jagonya kalah telak !!!
Dia langsung lenger- lenger...!!?

Guyonan dan hiruk pikuk para pemenang taruhan sama sekali tidak digubris. Dia tetap seperti semula. Lenger-lenger...!!? Ketika warung agak sepi saya tanyakan, kenapa??. Karena mestinya adalah hal biasa dalam taruhan kalah atau menang. Dia hanya membuang nafas dan menjawab pendek. "Iku jagane seragam sekolahe anakku, Cak"

Selang beberapa hari, tetap saja dia jadi pendiam. Dan ah, kayaknya ada perubahan yg drastis. Rupanya dia sekarang rajin ke musholla di gang sebelah warkop saya.
"Itulah yang dilakukan manusia kalau sudah kepepet" batinku.
Saya mencoba menyelidiki, apa benar seragam sekolah anaknya belum terbeli. Kasihan juga saya melihatnya.
"Sudah Cak. Dapat pinjaman dari juragan. Tapi waktu saya kalah taruhan kemarin, tiba-tiba saya merasa telah melakukan kesalahan yang sangat bodoh. Dan seketika itu saya merasa sangat malu terhadap Tuhan atas semua kesembronoan saya selama ini. Jelek-jelek gini, saya pernah nyantri Cak"

Setelah itu justru saya yang merasa malu. Ternyata motivasi sholat saya selama ini lebih rendah dibanding dia yang baru beberapa hari.



Cak Ud
Surabaya, 19 juli 2016

PESAN:
_keburukan yang kita lakukan, tidak selalu berdampak buruk. Semua tergantung kebijakan Sang Sutradara_

Tidak ada komentar