Solusi (dari pojok warung kopi)

_dari pojok warung kopi_


*S O L U S I*


Lelaki setengah baya dengan wajah kusut datang dan melemparkan pantatnya begitu saja di dampar warung.
"Kopi!!" teriaknya campur kesal. Wah, gawat ini. Warung lagi gak begitu rame. Kok ada yg bikin suasana suram.
"Ada apa Cak, kok kelihatannya mendung" celetuk saya sambil menyodorkan segelas kopi. Pelanggan satu ini ciri khasnya adalah kalau duduk selalu methingkrang. Kakinya mesti dinaikkan satu di dampar.
"Anak tambah gede tambah gak ngerti repote wong tuwo" gerutunya.
"Sek, diombe dhisek kopine. Ben gak salah paham.... Trus kenapa??"
"Mosok, SMP tinggal lulusnya saja pake minta dibelikan sepeda motor segala. Kalau gak dibelikan ngancam gak mau berangkat sekolah"
"Wah, bagus itu..." sengaja saya ledek.
"Bagus Ndasmu!! Mending ada duit. Wong ngopi ini aja gak utang untung-untungan..!?"
"Lho lho... Kok saya malah jadi calon penderita"
"Karuan anakku ini sekolahnya pinter. Wong di sekolahan dia ini dikit dikit berantem. Dikit dikit gegeran"
"Kalau gitu gini aja, saya ada ide -sambil saya bertampang serius- tapi ya kalau diterima. Kalau nggak ya gak apa apa."
"Apa itu?" tanyanya penasaran.
"Tapi berat Cak..."
"Iya apa?!!"
Saya dekati telinganya "anak sampean dibunuh aja Cak..."
"Ediannn!!! -teriaknya sambil melotot- aku membesarkan sudah habis banyak cuk!!"
"Kakk kakk kakk... Lha dari pada ribet?!! Atau ditukar tambahkan saja?!!"
"Gak gitu, cangkemmu kok menyakitkan telinga gini"
"Es teh!!" tahu-tahu Cak Gondes teriak sambil duduk di sebelahnya.
"Ada apa Cak kok ribut.."
"Iki lho bakul kopi edan. Mosok aku disuruh bunuh anak sendiri"
"Lho kalau butuh, di rumah ada clurit nganggur" kata Cak Gondes.
"Wah, sama gendengnya ini..".

Keributan semakin seru ketika digawangi Cak Gondes. Sedangkan saya sudah disibukkan  dengan pembeli pembeli yang mulai berdatangan. Saya sudak tidak fokus pada obrolan mereka. Meskipun saya masih bernafsu untuk men-shock teraphy lelaki itu.

Saya rasa di sinilah fungsi hidup saya. Sebagai tukang ngudek kopi, sebenarnya yang dibutuhkan pelanggan bukanlah sekedar kopi yg saya suguhkan. Mereka justru lebih butuh atmosfir baru setelah jenuh dengan suasana rumah maupun kerjaan. Maka sebisa mungkin saya harus menyediakan kondisi yang mereka butuhkan. Ngudek kopi hanyalah modal awal. Selebihnya adalah SENI PERAN.

Dalam "sidang" per-warung kopi-an, saya bisa berperan apa saja. Jadi provokator, teman ngocol, juga kadang malah jadi motifator atau ngustadz (astaghfirullohal 'adziim... Mudah mudahan apa yg saya nasehatkan yang agak ngawur selama ini pada mereka tidaklah terlalu keliru). Meskipun tak jarang juga saya salah memilih peran. Sehingga justru suasana menjadi runyam.

Setelah saya maladeni beberapa pembeli. Tiba-tiba meledak!! Ketawa Cak Gondes dan lelaki itu.
"Kenapa Cak??" tanyaku penasaran.
"Wes... Edan kabeh!!! Tapi kayaknya enakan jadi orang gendeng. Jadi orang waras malah sumpek!!" kata lelaki itu.

Dua hari kemudian, lelaki itu datang lagi ngopi ke warkop saya dengan wajah yang lebih bersahabat. Iseng saya tanyakan lagi permasalahan kemarin.
"Jadi beli sepeda motor Cak??"
"Wes, gak mikir itu Cak. Capek dipikiran jadinya"
"Lho anak sampean mau sekolah??" tanya saya.
"Hallah.. Gak ngurusi Cak!! Sekolah monggo, gak sekolah yo sak karepe"
"Lo alaah.. Sampean ajak ke sini aja Cak. Saya ajarnya sendiri" kata saya.
"Diajari apa??"
"Sini, nanti saya ajari caranya mbujuki orang lain"
"Hah hah hah..." kita ngakak bareng.



PESAN:
Sebagaimana kata orang bijak, kadang permasalahan muncul justru karena kita memikirkannya.


Cak Ud
Surabaya, 2 juli 2016

Tidak ada komentar