NU-isasi Pancasila dan Pancasila-isai NU

Saya kira NU bukan sekadar terlibat dalam dalam penyusunan dan perumusan lima sila pada masa kemerdekaan Indonesia. Akan tetapi, NU juga mengisi dan mengembangkan isi dari setiap konsep yang termaktub dalam setiap sila Pancasila. Kekuatan intelektual dan luasnya wawasan pengetahuan dan pemahaman tentang keislaman para ulama NU menjadikan Pancasila menjadi bukan sekadar kata-kata yang dihapal dan dibaca oleh seluruh warga negara Indonesia dalam berbagai kesempatan. NU mampu memberikan kontribusi tafsiran dan legitimasi yang berbasiskan ajaran agama Islam yang diyakininya. NU menyelamatkan Pancasila pada kedudukan yang tepat. Bukan sebagai agama, bukan pula sebagai berhala yang dapat disembah dan dikultuskan sebagai benda sakral. Selain sebagai dasar dalam bernegara,  NU menjadikan Pancasila sebagai landasan etis dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia, khususnya yang beragam Islam. Oleh karena itu, wajar jika NU menyatakan bahwa Pancasila harus dijaga, dipertahankan, dan terus dihidupkan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.

Meski sejak awal bagian dari tim perumus Pancasila, namun warga NU pernah mengalami keberatan menerima Pancasila sepenuhnya. Hal ini disebabkan Pancasila dipergunakan oleh penguasa orde baru sebagai alat politiknya. Bersama para aparaturnya, orde baru memaksakan tafsir tunggalnya agar diikuti seluruh warga negara. Oleh karena itu, tidak mudah ketika penguasa orde baru menerapkan asas tunggal Pancasila bagi seluruh organisasi politik dan kemasyarakatan di Indonesia. Termasuk NU. Hampir semua ulama dan pengurus NU tidak ada yang setuju menerima Pancasila sebagai asas tunggal, apalagi bagi NU. NU adalah organisasi sosial-keagamaan yang berasaskan Islam.  Namun, melalui Musyawarah Nasional Ulama di Situbondo, Gus Dur bersama para kiai lainnya berhasil meyakinkan para ulama dan pimpinan NU se-Indonesia menjadikan Pancasila sebagai asas NU.

Tidak ada komentar